Yuk! Pahami Aturan Terbaru tentang Sengketa Informasi Pemilu
Berita

Yuk! Pahami Aturan Terbaru tentang Sengketa Informasi Pemilu

Komisi Informasi Pusat mendiseminasi peraturan ini ke para pemangku kepentingan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Peserta diseminasi informasi aturan sengketa informasi pemilu di Depok, Maret 2019. Foto: MYS
Peserta diseminasi informasi aturan sengketa informasi pemilu di Depok, Maret 2019. Foto: MYS

Dimanakah kotak suara dan surat suara dibuat? Berapa yang dipoduksi? Berapa surat suara yang rusak, dan apa saja jenis kerusakannya? Banyak pertanyaan yang dapat diajukan dan membutuhkan jawaban informatif. Informasi mengenai kotak suara dan surat suara dalam pemilihan umum dapat dimintakan oleh peserta pemilihan umum. “Partai politik harus punya kesadaran atas hak-haknya dalam penyelenggaraan pemilihan umum,” kata peneliti Indonesia Parliamentary Center, Arbain, di Depok, Kamis (6/3).

Arbain menjelaskan pentingnya partai politik menggunakan instrumen keterbukaan informasi publik untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Jika parpol memahami hak dan kewajiban, maka penyelenggara pemilu pun akan berhati-hati. Tindakan yang diambil tidak akan merugikan parpol. Sangat disayangkan jika pengurus parpol tak memahami hak-hak mereka, apalagi tidak memahami mekanisme penyelesaian hukum jika terjadi sengketa.

Komisi Informasi Pusat telah menerbitkan regulasi terbaru, Perturan Komsi Informasi (Perki) No. 1 Tahun 2019 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum dan Pemilihan. Diundangkan pada 21 Februari 2019, Perki ini adalah regulasi pengganti aturan serupa yang diterbitkan pada 2014. Komisi Informasi juga sudah mendiseminasikan peraturan ini kepada para penyelenggara, pengawas, dan peserta pemilu, khususnya di Jabodetabek.

(Baca juga: Konstruksi Pidana untuk Menjerat Tindakan Delegitimasi Pemilu).

Komisioner Komisi Informasi Pusat, Arif Ari Kuswardono, menjelaskan ada beberapa perbedaan antara regulasi yang terbit 2014 dengan yang terbit untuk pemilu 2019. Misalnya, pengaturan lama cenderung multitafsir, sehingga menyebabkan pemahaman berbeda di kalangan penyelenggara. Bawaslu dan KPU bersengketa, padahal seharusnya sengketa informasi terjadi antara peserta dengan penyelenggara atau dengan pengawas.

Kelemahan aturan lama diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi terbaru, termasuk perkembangan regulasi kepemiluan, antara lain lahirnya UU No. 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum. Perki No. 1 Tahun 2019 diterbitkan antara lain untuk mengoptimalkan pemenuhan hak atas informasi pemilihan umum dan pemilihan. “Mudah-mudahan apa yang diterbitkan ini mampu mendorong mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami dalam proses pemilu,” ujar Arif.

Sebagaimana yang berlaku umum dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pada dasarnya setiap pemohon yang memenuhi syarat berhak mengajukan permohonan informasi kepada badan publik. Permohonan disampaikan melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID mempunyai waktu 3 hari untuk memberikan tanggapan atas permohonan, dengan kemungkinan masa perpanjangan 2 hari.

(Baca juga: Bahasa Hukum: Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi).

Jika permohonan tidak direspons atau ditanggapi sebagaimana mestinya, maka pemohon demi hukum berhak mengajukan keberatan kepada Atasan PPID. Ada tujuh kemungkinan penyebab keberatan tersebut. Pertama, penolakan atas permintaan informasi pemilu dan pemilihan berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kedua, tidak disediakannya informasi pemilu dan pemilihan  yang wajib diumumkan secara berkala. Ketiga, tidak diresponsnya permintaan informasi pemilu dan pemilihan. Keempat, permintaan informasi pemilu dan pemilihan ditanggapi tidak sebagaimana yang dimohonkan, Kelima, tidak dipenuhinya permintaan informasi pemilu dan pemilihan, Keenam, pengenaan biaya yang tidak wajar. Ketujuh, pemberian informasi pemilu dan pemilihan melebihi batas waktu yang ditentukan dalam Perki No. 1 Tahun 2019.

Keberatan dapat diajukan paling lama 30 hari kerja setelah pemohon menerima respon atau sejak berakhirnya waktu respons atas permintaan. Dalam proses pembahasan Perki, jangka waktu 30 hari ini sempat diperdebatkan karena dikhawatirkan akan mengganggu proses pemilu dan pemilihan. Tahapan-tahapan pemilu sudah jelas, dan penyelesaian sengketa pemilu –misalnya sengketa hasil—membutuhkan waktu cepat. Tetapi dalam draft akhir yang diundangkan, jangka waktunya tetap 30 hari.

Permohonan sengketa informasi pemilu dapat diajukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia setelah melalui tahapan keberatan. Tetapi Perki No. 1 Tahun 2019 masih membuka ruang bagi pemohon untuk mencabut permohonan sengketa, baik sebelum panggilan sidang pertama, maupun pada saat proses penyelesaian sengketa informasi melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.

Proses persidangan sengketa informasi pemilu dan pemilihan berikutnya tidak banyak berubah dari sidang sengketa informasi pada umumnya. Ada pemeriksaan pendahuluan, mediasi, ajudikasi nonlitigasi, proses pembuktian hingga putusan. Para pihak juga masih dapat mengajukan keberatan atas putusan Komisi Informasi. Dan itu berarti, perjuangan mendapatkan informasi pemilu dan pemilihan akan semakin lama waktunya karena mengikuti proses di pengadilan.

Tags:

Berita Terkait