Perlu Dibentuk Majelis Etik Ungkap Beragam Persoalan Internal KY
Berita

Perlu Dibentuk Majelis Etik Ungkap Beragam Persoalan Internal KY

KY mempersilakan Koalisi Masyarakat Sipil datang langsung membicarakan dan membahas persoalan dugaan pelanggaran etik yang melibatkan dua komisioner itu.

Oleh:
Rofiq Hidayat/Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung KY. Foto: RES
Gedung KY. Foto: RES

Isu tak sedap menerpa Komisi Yudisial (KY). Pasalnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Peradilan menduga ada beberapa maladministrasi atau pelanggaran etik yang dilakukan KY secara kelembagaan maupun Komisioner KY secara individual. Mulai rendahnya kinerja KY, dugaan maladministrasi pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal KY, hingga dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Komisioner KY.  

 

“Perlu pembentukan Majelis Etik agar dapat diketahui benar atau tidaknya praktik maladministrasi di lembaga KY,” ujar Anggota Koalisi, Erwin Natosmal Oemar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (13/3/2019). Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Peradilan terdiri dari PBHI, YLBHI, LBH Jakarta, ICW, ICJR, ILR, Kode Inisiatif, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Unand, Puskapsi FH Univ Jember, dan Pukat UGM.

 

Erwin menerangkan informasi tersebut berawal saat PUSaKO dan Pukat UGM menerima surat elektronik dari sebuah komunitas. Komunitas tersebut menamakan dirinya Forum Kantin KY RI. Surat bertajuk “Masalah di KY” itu berisi dua dokumen surat terbuka. Isinya, memuat kritik terhadap performa KY dibawa Komisioner KY periode 2015-2020. Baca Juga: Kasus Jubir KY Harusnya Diselesaikan Melalui Dewan Pers

 

Dalam surat elektronik tersebut dibeberkan beberapa persoalan penting di internal KY. Pertama, terkait rendahnya kinerja KY dibawa kepemimpinan 7 Komisioner periode 2015-2020. Bagi Koalisi, pimpinan KY saat ini dipandang tidak melaksanakan tugas secara profesional. Sebab, Komisioner KY cenderung pasif dalam menangani laporan dugaan pelanggaran etik hakim.

 

Bahkan, tidak membaca berkas laporan. Namun, hanya menanti berkas saat rapat pleno komisioner. Ironisnya, mekanisme pembacaan putusan dilakukan oleh Kesekjenan KY. Sementara komisioner hanya membacakan putusan pada bagian amarnya.

 

Kedua, ada dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Komisioner KY Sumartoyo dan Aidul Fitriada Azhari. Keduanya dinilai melanggar Peraturan KY No. 5 Tahun 2005 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Anggota Komisi Yudisial. Sumartoyo diduga telah melakukan pemaksaan membuka kembali laporan pelanggaran etik hakim dalam kasus penggelapan Cipaganti Group. Setelah ditelusuri, tindakan Sumartoyo belakangan memiliki konflik kepentingan.

 

“Sebelum menjabat sebagai komisioner KY, Sumartoyo adalah advokat yang menangani kasus Cipaganti Group tersebut,” tutur Erwin.

Tags:

Berita Terkait