Revisi UU BUMN Dinilai Hambat Perkembangan Pasar Modal
Utama

Revisi UU BUMN Dinilai Hambat Perkembangan Pasar Modal

Bertentangan dengan filosofi UU Pasar Modal yang mengedepankan penciptaan pasar dan penyelenggaraan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Melli Darsa. Foto: Istimewa
Melli Darsa. Foto: Istimewa

Pemerintah dan DPR bersepakat untuk melakukan revisi terhadap UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN). RUU ini masih dalam tahap pembahasan di DPR. Meski belum diundangkan, RUU BUMN sudah mendapatkan kritik dari berbagai pihak termasuk Konsultan Hukum Pasar Modal, Melli Darsa. Dalam sesi wawancaranya bersama hukumonline, Rabu (13/3), Melli menegaskan bahwa RUU BUMN menghambat perkembangan pasar modal di Indonesia.

 

“RUU BUMN sangat tidak harmonis dengan perkembangan pasar modal yang sehat, jadi fundamentalnya sudah tidak tepat karena dia memposisikan dirinya sebagai lex specialis, itu satu. Karena kalau untuk Tbk tetap yang menjadi UU lex specialis adalah UU Pasar Modal,” Kata Melli.

 

Bahwa kemudian mungkin ada esensi tertentu di dalam RUU BUMN dan berhubungan dengan pasar modal, lanjut Melli, maka RUU BUMN harus menyelaraskan dengan prinsip UU Pasar Modal, di mana prinsipnya adalah setiap satu saham itu memberikan kesetaraan hak kepada setiap pemilik saham, terlepas dari persoalan kontrol atau tidak.

 

Jika merujuk pada Pasal 20 ayat (2) RUU BUMN, komposisi direksi Persero harus mencerminkan komposisi kepemilikan saham yang ditetapkan dalam RUPS. Hal ini cukup bertentangan dengan praktik yang terjadi saat ini, di mana komposisi direksi pada perusahaan tidak mutlak diberikan kepada pemilik mayoritas saham perusahaan.

 

RUU BUMN

Pasal 20:

 

Ayat (1)

“Direksi Persero terdiri atas direktur utama dan/atau direktur lainnya sesuai dengan kebutuhan.”

Ayat (2)

“Komposisi Direksi Persero sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencerminkan komposisi kepemilikan saham dan ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.”

 

Selain itu, Melli juga mempertanyakan campur tangan DPR RI dalam pengambilan keputusan bisnis. Menurutnya, dalam banyak situasi keputusan bisnis harus dilakukan dengan cepat tanpa adanya additional agreement dari DPR RI.

 

RUU BUMN justru memperluas kewenangan dan peran DPR RI di luar fungsi sebagai legislator. Selain itu, RUU BUMN akan menghambat prinsip efisiensi pasar modal, membuat BUMN tidak efisien dan non-kompetitif dalam membuat peraturan bisnis, meningkatkan potensi KKN serta tipikor di lingkungan BUMN, memperburuk indeks EoDB dan menghilangkan check and balance terkait BUMN antara eksekutif dan legislatif.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait