Menyoroti Perlindungan Konsumen di Era Bisnis Digital
Utama

Menyoroti Perlindungan Konsumen di Era Bisnis Digital

Konsumen sering kali menjadi pihak paling dirugikan dalam perjanjian dengan perusahaan digital.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Acara seminar nasional yang juga memperingati HUT ke-66 Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara. Rabu (20/3). Foto: RES
Acara seminar nasional yang juga memperingati HUT ke-66 Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara. Rabu (20/3). Foto: RES

Kemajuan teknologi dalam dunia bisnis saat ini mendorong setiap transaksi jual-beli dapat berlangsung secara virtual atau tanpa tatap muka. Hal ini memberi kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, transaksi virtual ini dianggap memiliki risiko sengketa lebih tinggi dibandingkan konvensional karena tidak ada pertemuan fisik antara penjual dengan konsumen.

 

Dari sisi peraturan, terdapat perbedaan hukum antara transaksi perdagangan konvensional dan digital yang terletak pada bentuk perjanjian berdasarkan KUHPerdata, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan peraturan perundang-undangan lainnya.

 

Kemudian, kesepakatan berbentuk elektronik juga memiliki implikasi berbeda sehingga konsumen dan pelaku usaha yang tidak memiliki pemahaman tersebut dapat dirugikan hak-haknya termasuk mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan.

 

Persoalan hukum berkaitan dengan transaksi elektronik di era teknologi digital juga melibatkan peran pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap website atau aplikasi yang menawarkan produknya secara elektronik.

 

Dalam lingkup global, konsumen dari Indonesia dapat membeli barang melalui transaksi elektronik dengan pelaku usaha yang berada di luar negeri sehingga memiliki implikasi yang berbeda karena menyangkut titik taut dalam hukum perdata internasional, khususnya kedudukan pelaku usaha.

 

Pengertian pelaku usaha dalam undang-undang perlindungan konsumen, hanya yang melakukan aktifitas di wilayah Indonesia sedangkan di dalam UU ITE diatur bahwa UU ITE berlaku di wilayah hukum  Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia maupun luar wilayah dan merugikan kepentingan Indonesia.

 

Adanya perbedaan pengaturan ini juga dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda termasuk cara untuk melakukan tindakan apabila terdapat kerugian yang diderita konsumen maupun pelaku usaha.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait