Pemilu 2019 dan Netralitas ASN
Kolom

Pemilu 2019 dan Netralitas ASN

Di era reformasi ini, ASN diarahkan oleh konstitusi dan UU untuk kembali menjadi abdi negara yang profesional, berintegritas dan independen serta bebas dari intervensi politik.

Bacaan 2 Menit
Hani Adhani. Foto: Istimewa
Hani Adhani. Foto: Istimewa

Hanya dalam hitungan hari, kita akan melaksanakan pesta demokrasi terbesar sepanjang sejarah Indonesia yaitu Pemilu Serentak 2019. Dalam Pemilu Serentak 2019 yang pertama ini, rakyat Indonesia yang telah mempunyai hak pilih secara bersamaan akan memilih kandidat presiden dan wakil presiden, kandidat anggota DPR, kandidat anggota DPD, kandidat anggota DPRD provinsi dan kandidat anggota DPRD kabupaten/kota dimana mekanisme dan pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 ini diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017.

 

Salah satu poin penting yang diatur dalam UU Pemilu yang patut kita cermati adalah terkait dengan netralitas Aparatur Sipil Negara atau ASN. Dalam UU Pemilu Tahun 2017, pengaturan tentang netralitas ASN diatur dalam Pasal 280 ayat (2) dan ayat (3) di mana ASN dilarang ikut serta dalam pelaksanaan dan kegiatan kampanye Pemilu. Apabila ASN tersebut tetap ikut kampanye, maka sebagaimana diatur dalam Pasal 494 akan dikenakan sanksi pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000. 

 

Sebagai abdi negara yang ditugaskan untuk melayani masyarakat secara profesional, maka netralitas ASN dalam perhelatan Pemilu Serentak 2019 ini menjadi penting untuk diperhatikan dan semestinya menjadi pusat perhatian pemerintah serta masyarakat. Hal ini dikarenakan dalam perhelatan Pemilu selalu saja ada pandangan yang mengidentikkan bahwa ASN tidak dapat bersikap netral dan ASN merupakan kepanjangan dari petahana.

 

ASN Dalam Pemilukada

Belajar dari pengalaman Pemilukada yang telah dilaksanakan di berbagai daerah, dalam berbagai kasus ASN terbukti menjadi salah satu “komoditas” bagi para incumbent untuk menaikkan suara dan menjaga peluang keterpilihannya. Apalagi apabila selama petahana berkuasa banyak program kerja yang dibuat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para ASN. Di sinilah netralitas dan independensi para pegawai ASN tersebut akan diuji.

 

Dalam UU Pemilukada salah satu upaya agar petahana bersikap proporsional terhadap ASN adalah adanya larangan bagi incumbent untuk membuat kebijakan penggantian pejabat ASN 6 bulan sebelum dan sesudah pelaksanaan Pemilukada. Oleh karena kebijakan tersebut dapat menyebabkan adanya bias dan conflict of interest menjelang Pemilukada yang dapat mengganggu independensi dan netralitas ASN.

 

Adanya berbagai kasus jual beli jabatan ASN yang terjadi di beberapa daerah yang melibatkan para kepala daerah menjadi salah satu indikasi bahwa memang ASN adalah bagian dari “komoditas” yang selalu dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

 

Meski upaya untuk mengarahkan ASN terjun ke dunia politik pernah terjadi pada masa orde baru dengan kewajiban untuk mendukung partai politik tertentu. Namun di era reformasi saat ini justru ASN diarahkan oleh konstitusi dan UU untuk kembali menjadi abdi negara yang profesional, berintegritas dan independen serta bebas dari intervensi politik.

Tags:

Berita Terkait