Pemohon Uji Materi UU Pemilu Klaim Didukung KPU
Berita

Pemohon Uji Materi UU Pemilu Klaim Didukung KPU

Telah melakukan konsultasi mengenai masalah implementasi pasal-pasal yang diujikan kepada KPU sebelum mengajukan permohonan uji materi.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES

Pada Rabu (20/3), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar dua sidang uji materi asal 210 ayat (1), Pasal 348 ayat (4), ayat (9), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait prosedur administratif keikusertaan masyarakat dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) pada 17 April 2019. Agenda sidang yakni perbaikan permohonan yang dimohonkan oleh dua pemohon.

 

Kedua Pemohon ini mempersoalkan mulai lokasi tempat pemungutan suara (TPS), proses penghitungan suara di TPS, pindah lokasi untuk memilih yang berhubungan dengan Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb), hingga syarat memilih harus memiliki KTP elektronik (e-KTP). Sebab, aturan itu berpotensi menghambat, menghalangi, dan mempersulit hak konstitusional warga negara serta mengganggu keabsahan pemilu. 

 

Permohonan pertama dengan No. 20/PUU-XVII/2019 diajukan oleh Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini; Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay; Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas Feri Amsari; dua orang warga binaan di Lapas Tangerang Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar; dan dua karyawan Muhamad Raziv Barokah dan Sutrisno.

 

Pemohon mendalilkan bahwa hak memilih sebagai hak konstitusional yang harus dilindungi tidak boleh dihambat, dihalangi, ataupun dipersulit oleh ketentuan prosedur administratif apapun. Pasal-pasal yang diuji konstitusionalitasnya dalam perkara a quo adalah pasal-pasal yang secara prosedur administratif menghambat, menghalangi, dan mempersulit warga negara untuk menggunakan hak dalam pemilu, oleh karena itu harus dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945.

 

Sementara permohonan kedua dengan perkara No. 19/PUU-XVII/2019 dimohonkan oleh Joni Iskandar dan Roni Alfiansyah yang masih berstatus sebagai mahasiswa. Mereka merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 210 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 344 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu. Keduanya, mempersoalkan ketentuan hak pilih bagi pemilih yang pindah domisili/tempat untuk diakomodir dalam DPTb.

 

Kuasa Hukum pemohon No. 20/PUU-XVII/2019, Muhammad Rasyid Barokah menyampaikan di depan panel hakim bahwa telah memperbaiki permohoanan sesuai dengan saran panel hakim. Panel hakim meminta agar pemohon menjelaskan dalil mengenai konsekuensi jika pemohonan dikabulkan.

 

Untuk itu, Rasyid mengatakan bahwa para pemohon telah memperoleh dukungan penuh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengajukan permohonan ini. Ia juga menjelaskan bahwa telah melakukan konsultasi mengenai masalah implementasi pasal-pasal yang diujikan kepada KPU sebelum mengajukan permohonan uji materi.

Tags:

Berita Terkait