Ketua Bawaslu, Abhan: Kompetisi Pemilu 2019 Lebih Keras
Utama

Ketua Bawaslu, Abhan: Kompetisi Pemilu 2019 Lebih Keras

Bawaslu harus dapat menjalankan fungsi pencegahan atas pelanggaran pemilu, penindakan, dan quasi-yudisial.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ketua Bawaslu RI Abhan Misbah
Ketua Bawaslu RI Abhan Misbah

Hujan yang mengguyur Pulau Dewata belum juga reda sejak sore. Namun suasana diskusi yang mengangkat tema ‘Peran Media Menghadapi Hoax pada Pemilu 2019’ di salah satu ruangan Hotel Mercure Hervestland Kuta tetap berangsung hangat. Nampak hadir dalam diskusi tersebut Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Abhan Misbah, anggota Bawaslu Mohammad Afifudin, serta sejumlah penggiat Pemilu.

 

Acara itu digelar Badan Pengawas Pemilu, lembaga pengawas pesta demokrasi yang dinahkodai Abhan. Di pundak pria kelahiran Pekalongan 12 November 1968 inilah kini dibebankan amanah mengawasi dugaan pelanggaran pemilu. Tantangannya tidak sederhana, apalagi peserta pemilu banyak, wilayah yang diawasi pun begitu luas.

 

Abhan mendapatkan gelar magister hukum dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Ayah dua anak ini sudah punya pengalaman mengawasi pemiu karena pada 2008-2009 ia tercatat sebagai Ketua Panwaslu Jawa Tengah. Sempat menjalani profesi sebagai advokat, Abhan kembali terpilih menjadi Ketua Bawaslu Jawa Tengah periode 2012-2017. Kini ia mendapatkan amanah untuk tingkat nasional, menjadi Ketua Bawaslu Republik Indonesia.

 

Di sela-sela kegiatan di Bali, Abhan menyediakan waktu untuk wawancara khusus dengan hukumonline. Berikut petikannya.

 

Bagaimana rasanya melakukan pengawasan di Pemilu kali ini?

Pertama, tentu pengawasan Pemilu 2019 ini berbeda dengan pengawasan pemilu-pemilu sebelumnya. Karena ini pemilu serentak pertama antara pileg (Pemilihan Legislatif) dan pilpres (Pemilihan Presiden). Kemudian, dalam situasi yang kondisi UU (Pemilu) juga berbeda (dengan UU sebelumnya) terutama mengenai ambang batas parlemen, dari 3,5 persen naik menjadi 4 persen. Tentu hal ini akan punya dampak pada tingkat kompetisi pada peserta pemilu. Katakanlah kalau pada tahun 2014 peserta pemilu tingkat nasional 12 partai dengan ambang batas 3,5 persen, ada 10 partai yang lolos. Artinya hanya menyisihkan dua partai. Pemilu kali ini dengan peserta pemilu 16 parpol dengan ambang batas 4 persen tentu bukan hal yang mudah. Seandainya ada 8 partai yang lolos (sebagaimana asusmi lembaga survei), berarti 16 parpol ini akan bersaing untuk menjadi 8 besar. Artinya ini kompetisinya keras betul antara peserta pemilu.

 

Kemudian, ada proporsional terbuka. Itu berarti sesama caleg dalam satu parpol pun bisa berkompetisi untuk mendapat suara terbanyak untuk bisa di konversi suaranya menjadi kursi. Artinya dua faktor inilah membedakan pengawasan pemilu 2019. Terkait pengawasan ini menjadi kerja keras bagi jajaran kami untuk melakukan pengawasan secara maksimal.

 

Ada penambahan tugas Bawaslu yang diberikan oleh UU Pemilu. Apakah Anda menganggap itu sebagai beban?

Tags:

Berita Terkait