Pemerintah Ubah Cara Rekrutmen Advokat, Sejalan atau Bertentangan UU Advokat?
Utama

Pemerintah Ubah Cara Rekrutmen Advokat, Sejalan atau Bertentangan UU Advokat?

Dua kubu Peradi siap mengajukan uji materil ke Mahkamah Agung.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi sumpah advokat.
Ilustrasi sumpah advokat.

Pemerintah akhirnya mengubah Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) sebagai program pendidikan di bawah naungan universitas. Hal itu ditetapkan lewat Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi No.5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat (Permenristekdikti Profesi Advokat) yang berlaku sejak 24 Januari 2019. Tiga kubu Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) memberikan tanggapannya kepada hukumonline.com saat dihubungi terpisah, Senin (25/3).

 

Berdasarkan Permenristekdikti Profesi Advokat, pendidikan advokat dinyatakan sebagai program profesi yang harus ditempuh antara satu hingga tiga tahun akademik untuk berhak mendapatkan gelar advokat. Beban studi ditetapkan minimal sebanyak 24 Satuan Kredit Semester dengan wajib mencapai Indeks Prestasi Kumulutaif minimal 3,00.

 

Berdasarkan pemantauan hukumonline.com, regulasi ini baru menjadi perbincangan hangat di kalangan advokat dalam beberapa hari di penghujung Maret belakangan. Peraturan ini seolah tak diketahui sama sekali oleh kalangan advokat selama dua bulan sejak berlaku. Berbagai pandangan mengemuka soal kesesuaian Permenristekdikti dengan UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).

 

Fauzie Yusuf Hasibuan selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Peradi enggan memberikan tanggapannya. Fauzie mengaku akan segera membuat pernyataan sikap secara resmi atas nama Peradi setelah melakukan rapat pengurus. “Secara individu jangan dulu saya berpendapat, saya harus mengakomodasi pendapat para pengurus, yang pasti kami akan segera menyikapinya,” kata Fauzie.

 

Fauzie mengaku bahwa Peradi pernah diminta pendapat oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi soal program pendidikan advokat. Hanya saja pendapat mereka memang tidak diakomodasi sesuai harapan dalam Permenristekdikti Profesi Advokat.

 

Berbeda sikap, Ketua Umum Peradi “Rumah Bersama Advokat Indonesia”, Luhut M.P. Pangaribuan terlebih dulu menyatakan apresiasinya atas perhatian Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk menjadikan pendidikan profesi advokat lebih baik. Namun Luhut menganggap pengaturan Permenristekdikti Profesi Advokat salah arah dari UU Advokat.

 

“Saya melihat Permenristekdikti ini lebih kepada soal perguruan tinggi yang ingin membuka program studi baru, itu memang kewenangannya. Tetapi tidak boleh mengurangi kewenangan dalam UU Advokat,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait