Mengantisipasi Gaji Ilegal Hakim
Kolom

Mengantisipasi Gaji Ilegal Hakim

Seharusnya pemerintah segera mengambil kebijakan baru terkait gaji hakim sebelum jangka waktu 90 hari sejak pemerintah menerima Putusan No. 23 P/HUM/2018 terlewati.

Bacaan 2 Menit
Wahyu Sudrajat. Foto: Istimewa
Wahyu Sudrajat. Foto: Istimewa

Pada tahun 2012 sejumlah hakim dari berbagai penjuru Indonesia bergerak ke Jakarta untuk menuntut pemerintah agar bersikap adil terhadap para hakim yang meski berkedudukan sebagai pejabat negara tetapi gaji pokoknya lebih rendah dibanding PNS. Tuntutan itu pula diikuti dengan sebuah ancaman untuk mogok sidang secara nasional jika hal tersebut diabaikan.

 

Para hakim geram terhadap pemerintah saat itu yang abai terhadap gaji para hakim. Pada masa orde baru melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1994 Pemerintah mengatur nomenklatur yang berbeda antara gaji hakim dengan gaji PNS dengan besaran gaji hakim rata-rata dua kali besaran gaji PNS.

 

Akan tetapi pada masa pemerintahan SBY ketika gaji PNS tiap tahun selalu naik, ternyata selama 4 tahun gaji hakim tidak pernah dinaikkan sehingga pada tahun 2012 dengan terbitnya PP Nomor 15 tahun 2012 tentang kenaikan gaji PNS untuk pertama kalinya dalam sejarah terdapat gaji hakim dalam pangkat dan golongan tertentu tersalip besarannya oleh gaji PNS dalam pangkat dan golongan yang sama.

 

Merespon keadaan tersebut, melalui PP Nomor 94 tahun 2012 pemerintah kemudian mengatur gaji pokok hakim sama dengan gaji pokok PNS. Tetapi hal itu dipandang oleh sebagian hakim masih belum tepat karena pada waktu PP Nomor 33 tahun 1994 yang mengatur gaji hakim dengan nomenklatur tersendiri dengan besaran 2 kali gaji PNS, saat itu status hakim masih murni sebagai pegawai negeri sipil.

 

Disamakannya gaji hakim dengan PNS tentu sebuah ironi karena pada tahun sejak tahun 1999 melalui Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, hakim telah didudukan sebagai pejabat negara. Ketika masih berstatus sama dengan PNS pemerintah bisa menggaji hakim lebih besar daripada PNS lainnya tetapi ketika hakim sudah pejabat negara ternyata gaji hakim dipersamakan kembali dengan PNS.

 

Atas keadaan itulah pada awal tahun 2018 sejumlah hakim mengajukan permohonan uji materi terhadap PP Nomor 94 tahun 2012 dan salah satu ketentuan yang dipersoalkan adalah ketentuan gaji hakim yang disamakan besarannya dengan gaji PNS.

 

Terhadap permohonan tersebut pada akhir tahun 2018 tepatnya 10 desember 2018 Mahkamah Agung melalui putusan No. 23 P/HUM/2018 mengabulkan tuntutan para hakim dengan menyatakan ketentuan yang menyatakan besaran gaji pokok hakim sama dengan gaji pokok PNS bertentangan dengan Undang-Undang dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pertimbangan utama Mahkamah Agung dalam mengabulkan tuntutan para hakim itu yakni karena hakim sebagai pejabat negara tidak sama kadar kedudukannya dengan PNS yg merupakan Aparatur sipil negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait