Sisi Gelap dan Terang Inspektorat
Kolom

Sisi Gelap dan Terang Inspektorat

​​​​​​​Inspektorat memang dapat melakukan pendampingan pada fase pra, on-going, dan pasca aktivitas. Namun karakter pengawasannya tetap bukan untuk menghukum, melainkan memberi masukan.

Bacaan 2 Menit
Richo Andi Wibowo. Foto: Istimewa
Richo Andi Wibowo. Foto: Istimewa

Lembaga pengawasan internal kerap dianggap gagal dalam menunaikan tugasnya. Kritik ini sudah lama terdengar, namun sorotan paling tajam tampaknya terjadi ketika oknum Inspektorat Jenderal di Kemendes terjaring OTT KPK pada akhir tahun 2017. Bukannya menjalankan amanahnya, oknum inspektorat justru berusaha menutupi kebrobrokan institusinya dengan menyuap oknum BPK agar Kemendes mendapatkan opini WTP.  

 

Persepsi atas kegagalan inspektorat seakan berlanjut setelah itu, karena sepanjang 2018 KPK “rajin” melakukan OTT di Pemerintah Daerah. Tertangkapnya Bupati Mesuji di awal tahun 2019 mengindikasikan bahwa trend OTT di daerah masih terus berlanjut. Akibatnya sorotan sinis pada lembaga pengawas ini belum banyak berubah.

 

Sebagian pihak telah hopeless sehingga ada yang berpandangan bahwa inspektorat “mandul”. Namun, proporsionalkah pandangan tersebut? Tidakkah ada good practices yang bisa ditunjukkan dari aparat pengawas internal ini? Apa saja yang sejatinya dapat dan tidak dapat diharapkan dari pengawasan inspektorat? 

 

Aneka pertanyaan tersebut adalah yang penulis dan sebagian kawan-kawan di departemen HAN berusaha mencari jawabannya melalui riset sepanjang tengah hingga akhir tahun 2018. Penulis dkk berkomunikasi dan/atau mengunjungi ke sepuluh inspektorat yang mana delapan di antaranya adalah inspektorat di daerah. Kebanyakan inspektorat kami pilih karena mereka melekat pada badan publik yang dipersepsikan baik. Persepsi ini diindikasikan dari apakah badan publik tersebut dipimpin oleh figur yang dianggap bersih atau dianggap berhasil memajukan daerahnya.

 

Tulisan ini berupaya mensarikan temuan-temuan yang kami dapatkan. Agar ulasan berimbang, maka akan ditampilkan terlebih dahulu potret buram inspektorat sebelum diuraikan potret cerah yang bisa dipertimbangkan menjadi lesson learned.

 

Potret buram Inspektorat

Kritik terhadap inspektorat biasanya terletak pada situasi tidak independennya lembaga ini. Sebagai bawahan pimpinan badan publik (dalam hal ini: kepala daerah), inspektorat kerap sungkan jika harus berseberangan dengan kepala daerah. Kalaupun berani, laporan inspektorat ke kepala daerah akan banyak yang “masuk laci”, dan kemudian pegawai inspektorat tersebut dimutasikan ke tempat yang lebih “minus”.

 

Kritik lain terhadap inspektorat adalah karena kondisi anggarannya mengenaskan. Bahkan tak jarang kantornya terletak di luar kompleks Pemda, itupun dengan situasi yang memprihatinkan.

Tags:

Berita Terkait