Perlu Penegakan Hukum Terhadap 4 Titik Kebocoran Pajak Ini
Berita

Perlu Penegakan Hukum Terhadap 4 Titik Kebocoran Pajak Ini

Nilai pajak dengan kapital besar dinilai bocor sehingga tidak tersentuh pajak. Pemerintah perlu cari cara agar dana tersebut dapat masuk ke penerimaan negara.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam acara Urgensi Reformasi Pajak: Indeks Ketaatan Pajak VS Tradisi Pungli. Foto: MJR
Para pembicara dalam acara Urgensi Reformasi Pajak: Indeks Ketaatan Pajak VS Tradisi Pungli. Foto: MJR

Persoalan pajak menjadi salah satu isu paling penting dibahas pada masa jelang pemilihan umum saat ini. Wajar saja, pajak merupakan sumber utama pembiayaan negara terbesar dari total penerimaan negara. Dengan kondisi demikian, apabila pendapatan pajak menurun maka memengaruhi belanja negara.

 

Sayangnya, kondisi penerimaan pajak saat ini berada dalam kondisi tidak baik. Penerimaan negara melalui pajak tidak pernah mencapai target sejak 2009. Beban Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin meningkat seiring target pemerintah meningkatkan penerimaan pajak.

 

Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam menilai terdapat empat titik kebocoran yang menyebabkan penerimaan pajak tidak optimal. Pertama, DJP belum mampu menjangkau wajib pajak pada kegiatan perekonomian yang berpotensi sebagai sumber pajak atau shadow economy. Salah satu contohnya, DJP masih belum maksimal menetapkan pajak pada industri digital.

 

“Kebocoran perpajakan Indonesia itu salah satunya dari shadow economy. Contohnya shadow economy ini yaitu digital ekonomi karena pemerintah susah mempajaki,” jelas Darussalam di Jakarta, Kamis (4/4).

 

Persoalan kedua, Darussalam menjelaskan kebocoran pajak terjadi karena kompetisi tarif pajak antar negara. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan sebesar 25 persen. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan negara lain seperti Singapura (17 persen).

 

Selain itu, tarif PPh Badan nasional juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata global (24 persen), Asia (21 persen), ASEAN (22,3 persen), Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD (23 persen).

 

(Baca Juga: Menteri Keuangan Tarik PMK e-Commerce)

 

Penurunan tarif pajak PPh Badan merupakan salah satu upaya untuk mengansipasi kebocoran ini. Meski demikian, Darussalam mengingatkan agar penurunan tarif ini juga harus diimbangi dengan penambahan subjek dan perluasan objek pajak baru.

Tags:

Berita Terkait