Kemenristekdikti Bakal Revisi Aturan Program Profesi Advokat
Utama

Kemenristekdikti Bakal Revisi Aturan Program Profesi Advokat

Dengan mendengarkan masukan para organisasi advokat agar tidak lagi menjadi polemik.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana diskusi bertajuk 'Ada Apa dengan Program Profesi Advokat', Jum'at (5/4) terkait polemik terbitnya Permenristekdikti 5/2019 tentang Program Profesi Advokat. Foto: RES
Suasana diskusi bertajuk 'Ada Apa dengan Program Profesi Advokat', Jum'at (5/4) terkait polemik terbitnya Permenristekdikti 5/2019 tentang Program Profesi Advokat. Foto: RES

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengakui Permenristekdikti No.5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat (PPA) mengandung kelemahan yang menimbulkan polemik di kalangan advokat terkait pendidikan advokat. Karena itu, Kemenristekdikti berencana bakal merevisi Permenristekdikti yang terbit pada 22 Januari 2019 ini.

 

“Kita akan merevisi Permenristekdikti ini, kita siap menerima masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan,” ujar Kepala Subbagian (Kasubag) Peraturan Perundang-Undangan Kemenristekdikti, Pramasti Puspandita dalam sebuah diskusi bertajuk “Ada Apa Dengan Profesi Advokat” yang diselenggarakan Hukumonline di Jakarta, Jumat (5/4/2019). Baca Juga: Kemenristekdikti Siap Hadapi Gugatan KAI

 

Dia Puspandita mengatakan pendidikan profesi termasuk advokat tak bisa lepas dari berlakunya UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. “Saat membuat Permenristekdikti 5/2019 merujuk pada UU Pendidikan Tinggi dan Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Itu mengapa terbit peraturan ini,” ujarnya.

 

Pramasti mengatakan terbitnya Permenristekdikti 5/2019 hendak menjadi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dari nonformal menjadi formal. Misalnya, bila melalui PKPA dilakukan paling lama satu bulan. Sementara melalui PPA yang diselenggarakan perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi advokat paling cepat selama dua semester atau satu tahun.   

 

Dia mengakui Permenristekdikti 5/2019 menimbulkan sejumlah persoalan. Mulai masa pendidikan profesi, pengajar, hingga penyelenggaraan. “Proses pembuatan Permenristekdikti tidak mengundang semua organisasi advokat. Kita hanya mengundang Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Tapi Peradi yang mana, saya tidak tahu,” ujarnya.

 

Ke depan, pihaknya mempersilakan bila organisasi advokat manapun ingin terlibat dalam proses penyusunan perbaikan Permenristekdikti 5/2019 ini. Misalnya, bagaimana merumuskan standardisasi profesi advokat; soal perlu atau tidaknya pemberian gelar Advokat setelah lulus PPA, bila ada pihak yang dirasa gelar Advokat tidak tepat.

 

“Ini bisa dikaji lagi dengan pihak yang berkepentingan. Yang jelas, Permenristekdikti ini sudut pandangnya melalui pendidikan profesi (UU Pendidikan Tinggi). Kita menyusun Permenristekdikti ini juga hati-hati, dan diawasi oleh Bapennas dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham),” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait