Akibat Ketiadaan Informed Consent Menurut Perspektif Hukum Perdata
Kolom

Akibat Ketiadaan Informed Consent Menurut Perspektif Hukum Perdata

​​​​​​​Terdapat tiga aspek hukum perdata yang bisa dilihat pada ketiadaan informed consent.

Bacaan 2 Menit
Vicia Sacharissa. Foto: Istimewa
Vicia Sacharissa. Foto: Istimewa

Ketika seorang pasien datang ke dokter untuk memeriksakan diri, hubungan hukum yang terjadi antara pasien dan dokter tersebut pada hakikatnya merupakan hubungan jual-beli jasa yang identik dengan hubungan antara produsen dan konsumen. Pasien berkedudukan sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan, sedangkan dokter atau tenaga kesehatan adalah sebagai penjual jasa pelayanan kesehatan. Hubungan perikatan ini dikenal dengan istilah perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik.

 

Dalam transaksi terapeutik, pasien memiliki kedudukan yang sama dengan dokter atau tenaga kesehatan. Pasien berhak untuk menentukan tindakan-tindakan medis apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap tubuhnya. Hak pasien atas tubuhnya sendiri merupakan salah satu hak asasi manusia, di mana Munir Fuady menggolongkannya sebagai salah satu hak di bawah payung hak untuk menentukan nasib sendiri atau the right to self-determination. Sehebat apapun seorang dokter, tetap tidak diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan medis terhadap pasiennya jika tidak mendapatkan persetujuan.

 

Dalam memutuskan apakah akan menyetujui tindakan kedokteran atau tindakan medis tersebut, pasien perlu mendapatkan informasi yang cukup oleh dokter. Proses pemberian informasi oleh dokter yang kemudian diikuti dengan pemberian persetujuan tindakan kedokteran oleh pasien tersebut dikenal sebagai informed consent. Keberadaannya merupakan salah satu unsur terjadinya transaksi terapeutik, dan sebagai perjanjian, transaksi terapeutik tunduk pada ketentuan hukum perdata.

 

Ketiadaan informed consent dipandang dari aspek hukum perdata dapat dilihat dari tiga sisi;

  1. Ketiadaan informed consent yang berakibat pada tidak terpenuhinya salah satu syarat perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata;
  2. Ketiadaan informed consent yang digolongkan sebagai wanprestasi; dan
  3. Ketiadaan informed consent yang digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.

 

Pertama, ketiadaan informed consent yang berakibat pada tidak terpenuhinya salah satu syarat perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata. Transaksi terapeutik tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi sesuai ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata, semua perjanjian baik perjanjian nominaat maupun innominaat tunduk pada Bab I Buku III KUH Perdata dan bersumber pada Bab II Buku III KUH Perdata.

 

Apabila syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata dijabarkan lebih jauh dan dikaitkan dengan informed consent, maka berikut penjelasannya:

  1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (toestemming van degene die zich verbinden): kesepakatan pertukaran informasi secara timbal balik antara para pihak yang akan terlibat dituangkan dalam bentuk informed consent. Dengan adanya informed consent, artinya antara pasien atau yang mewakilkan dan tenaga kesehatan yang bersangkutan telah ada kesepakatan untuk melakukan dan/atau tidak melakukan sesuatu;
  2. kecakapan guna membuat suatu perikatan (bekwaamheid om eene verbintenis aan te gaan): hal ini berkaitan dengan kecapakan pasien dalam memberikan persetujuan berkaitan alias kecakapan bertindak, sehingga pasien yang dalam keadaan tidak memenuhi syarat untuk melakukan perjanjian dapat diwakilkan oleh walinya, suami atau istri, ayah atau ibu, kakak atau adik yang sudah dewasa, anaknya yang sudah dewasa ataupun pihak yang telah diberi surat kuasa. Sedangkan dokter dan tenaga kesehatan harus mempunyai kecakapan yang diperlukan oleh pasien, yang dapat dibuktikan dengan sertifikat atau surat yang relevan.
  3. suatu pokok persoalan tertentu (een bepaald onderwerp): artinya informed consent menimbulkan hak dan kewajiban yang perlu dipenuhi oleh masing-masing pihak. Perlunya hak dan kewajiban terkait dengan tindakan hukum yang dapat diambil jika terjadi perselisihan– dengan adanya hak dan kewajiban yang timbul, maka pihak yang dirugikan dapat menggugat dengan alasan pihak lawan lalai melaksanakan kewajibannya.
  4. suatu sebab yang tidak terlarang (geoorloofde oorzaak): bahwa informed consent tidak diberikan atas hal-hal yang melanggar hukum, seperti pengguguran kandungan yang bertentangan dengan hukum.
Tags:

Berita Terkait