Pentingnya Aturan Perlindungan Pegiat Antikorupsi dan HAM
Berita

Pentingnya Aturan Perlindungan Pegiat Antikorupsi dan HAM

DPR pernah menolak dan menyarankan aturan khusus bagi perlindungan aktivis HAM termasuk anti korupsi disisipkan dalam revisi UU HAM. Namun, pembahasan revisi UU HAM tak mengalami kemajuan di DPR.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kanan ke kiri: Wana Alamsyah, Putri Kanesia, dan Asmin Francisca. Foto: RFQ
Kanan ke kiri: Wana Alamsyah, Putri Kanesia, dan Asmin Francisca. Foto: RFQ

Belum terungkapnya kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjadi catatan kelam bagi penegakkan hukum di tanah air. Sebab, dua tahun sudah kasus penganiayaan terhadap Novel yang melukai matanya secara permanen, hingga saat ini pelakunya belum diketahui. Hal ini membuktikan negara tidak serius memberikan perlindungan terhadap pegiat anti korupsi.

 

Deputi Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia mengatakan pegiat anti korupsi sama halnya dengan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM). Sejarah membuktikan pegiat atau aktivis HAM rentan mendapat ancaman, bahkan nyawa menjadi taruhan. Begitu pula dengan pegiat anti korupsi atau penyidik KPK rentan mendapat ancaman, seperti yang menimpa Novel Baswedan.

 

Karena itu, menurutnya penting dibuat aturan setingkat UU yang mengatur perlindungan terhadap para aktivis antikorupsi dan HAM. Sebelum kasus Novel, terdapat aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun yang mengalami ancaman kekerasan. Sama halnya dengan Novel, penganiayaan yang dialami Tama pun tak jelas siapa gerangan pelakunya.

 

“Memang perlu didorong adanya perlindungan khusus terhadap aktivis HAM maupun pegiat anti korupsi,” ujar Putri Kanesia dalam sebuah diskusi bertajuk “Urgensi Penyelesaian Kasus Kriminalisasi dan Penyerangan Terhadap Pegiat Anti Korupsi” di Jakarta, Rabu (10/4/2019). Baca Juga: Berbagai Cara Desak Penuntasan Kasus Novel Baswedan   

 

Sekedar mengingatkan pada 2013 lalu, pegiat anti korupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil telah menyodorkan usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur khusus perlindungan terhadap pegiat HAM maupun anti korupsi ke DPR setelah berkonsultasi dengan Komisi Nasional (Komnas HAM) di bawah pimpinan Siti Noer Laila. Kemudian usulan ini kembali dibawa Komnas HAM ke DPR, tetapi akhirnya kandas.   

 

Alasan DPR, kesepakatan pengaturan perlindungan khusus bagi pegiat HAM maupun anti korupsi cukup dimasukan dalam draf Revisi UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Namun, nasib Revisi UU HAM di DPR juga tak jelas kelanjutannya. Apalagi di tahun politik, sejumlah RUU pun ditengarai target penyelesaiannya tak jelas. Dengan kata lain, sepertinya belum ada kemauan dari negara untuk memberi perlindungan khusus terhadap aktivis.

 

Meski begitu, Koalisi Masyarakat Sipil terus mendorong agar adanya aturan spesifik terhadap aktivis antikorupsi dan HAM. Baginya, aturan spesifik terhadap perlindungan pegiat HAM dan anti korupsi sangat mendesak. “Kalau tidak, maka akan banyak kasus seperti Novel dan Tama yang lain,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait