Problematika Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Kolom

Problematika Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Terkait kasus “perundungan” atau penggeroyokan yang terjadi di kota Pontianak, Kalimantan Barat, terdapat tiga pendekatan analisis yang perlu diperhatikan.

Bacaan 2 Menit
Nathalia Naibaho. Foto: Istimewa
Nathalia Naibaho. Foto: Istimewa

Masyarakat dikejutkan dengan pemberitaan tentang kasus “perundungan” atau penggeroyokan yang terjadi di kota Pontianak, Kalimantan Barat, yang dilakukan oleh sejumlah siswi SMA terhadap seorang siswi SMP. Komunitas di dunia maya (netizen) terhenyak karena setelah melakukan perbuatannya, para terduga pelaku malah menayangkan aksi yang seolah memperlihatkan bahwa mereka adalah remaja yang eksis dan tampak tidak menyadari penganiayaan yang baru saja mereka lakukan, bahkan di kantor polisi mereka sempat membuat unggahan yang menurut masyarakat merupakan suatu tindakan yang menantang seolah mereka tidak memahami konseksuensi dari perbuatannya.

 

Masyarakat selanjutnya mulai mengecam dengan keras dan pedas perbuatan para pelaku yang dianggap arogan karena tetap beraksi di ruang publik setelah apa yang mereka perbuat. Terhadap kasus yang dialami siswi SMP tersebut, Penulis merasa sangat prihatin dan menyadari bahwa korban tentu saja menjadi pihak yang paling menderita dan dirugikan dalam peristiwa ini, untuk itu korban menjadi pihak yang paling perlu dilindungi dan dibela.

 

Akibat peristiwa itu, korban telah menderita baik secara fisik, psikis dan sosial akibat luka, trauma, dan pemberitaan yang luas perihal pengeroyokan yang dialaminya. Ternyata kronologis kejadian itu diberitakan begitu rinci di berbagai media. Padahal kasus ini memiliki karakteristik yang tertutup.

 

Selain jaminan perlindungan selama dalam proses penyelidikan dan penyidikan, UU No. 35 Tahun 2014 sebagai perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU PA) juga telah memberikan jaminan hukum berupa rangkaian perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana, yaitu: upaya rehabilitasi (pemulihan) baik dalam lembaga maupun di luar lembaga, upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi, pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial, dan, pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara yang telah menjadikannya sebagai korban penganiayaan.

 

Hukum pidana dan sistem peradilan pidana adalah lembaga yang harus terus berperan aktif dalam memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban serta mengupayakan keadilan bagi korban dan keluarganya yang saat ini sedang berjuang menggapai keadilan.

 

Dalam perkembangannya, hukum pidana Indonesia memiliki tiga persoalan penting yang menarik untuk ditelaah, yaitu: tindak pidana untuk menentukan perbuatan apa saja yang dapat diancam dengan hukuman, kesalahan dan pertanggung jawaban pidana untuk menentukan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika suatu tindak pidana terjadi serta pidana dan pemidanaan yang bertujuan untuk menentukan apa jenis hukuman dan berapa lama hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelaku yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.

 

Berkenaan dengan kasus “perundungan” atau penggeroyokan yang terjadi di kota Pontianak, Kalimantan Barat baru-baru ini, maka peristiwa tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu:

Tags:

Berita Terkait