Kecurangan Pemilu, Tempuh Jalur Konstitusional!
Utama

Kecurangan Pemilu, Tempuh Jalur Konstitusional!

Seharusnya orang yang melontarkan pernyataan people power lebih baik berkonsentrasi mempersiapkan diri potensi digugat atau menggugat atas perselisihan hasil pemilu di MK.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Konferensi pers menanggapi wacana 'people power' di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera, Jakarta, Senin (15/4).
Konferensi pers menanggapi wacana 'people power' di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera, Jakarta, Senin (15/4).

Pernyataan politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang akan menggunakan people power (mengerahkan kekuatan rakyat) jika terjadi kecurangan masif dalam Pemilu 2019 tanpa menempuh jalur sengketa pemilu di MK mendapat kritikan dari kalangan ahli hukum tata negara. Mereka tidak sependapat jika terjadi kecurangan dalam pemilu menempuh jalur mengerahkan kekuatan rakyat.          

 

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat UGM) Oce Madril menilai people power jika terjadi kecurangan pemilu bukan cara/jalan yang tepat. Seharusnya, secara konstitusional menempuh jalur penyelesaian sengketa pemilu di MK yang mengedepankan keadilan hukum. Baginya, cara-cara politik seperti ini akan menindas yang lemah dan sudah tidak relevan lagi untuk kondisi saat ini.

 

“Jalur hukum melalui MK, berbeda dengan cara politik (people power) yang merupakan jalur nonhukum yang tidak memiliki landasan hukum. Untuk situasi Pemilu 2019 ini sudah tidak relevan lagi jika menggunakan kekuatan people power, tetapi harus menggunakan justice power atau constitutional power,” kata Oce Madril dalam konferensi pers di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera, Jakarta, Senin (15/4/2019). Baca Juga: Masa Tenang, Bawaslu Minta Platform Medsos Tak Sebar Iklan Kampanye

 

Selain Oce, hadir beberapa akademisi hukum tata negara yakni Direktur DPD APHTN-HAN Universitas Andalas Feri Amsari; Direktur PUSKAPSI Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono; Aktivis Pemilu dari Perludem Fadli Ramdhani; dan dihadiri pula oleh Komisioner KPU Hasyim Asyari.

 

Menurutnya, ketidakpercayaan terhadap penyelenggara pemilu bukan berarti melegalkan cara-cara inkonstitusional. Saat ini, dia melihat KPU masih bersikap independen dan kinerjanya bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi, kinerja KPU juga diawasi Bawaslu. Jika, ada kekeliruan KPU dapat digugat ke PTUN dan MK. “Jika masih tetap tidak percaya dengan KPU, Bawaslu, DKPP, dan lembaga lain terdapat pengawasan dari eksternal seperti lembaga pemantau pemilu.”

 

Direktur PUSKAPSI Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menilai pernyataan akan melakukan gerakan people power jika terjadi kecurangan pemilu tentu mengancam demokrasi. Sebab, KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu secara tidak langsung diawasi oleh MK sebagai penyeimbang (check and balance).

 

Dia mengingatkan lahirnya Pasal 24C (hasil amandemen ketiga) UUD Tahun 1945 terkait kewenangan MK yang salah satunya mengadili perselisihan hasil pemilihan umum menjadi anomali. Artinya, saat pernyataan people power muncul dari seorang mantan Ketua MPR yang juga berperan merumuskan perubahan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 ini.

Tags: