​​​​​​​Dari Pencatatan Perjanjian Kawin Sampai Beda Pro Bono dengan Bantuan Hukum
10 Artikel Klinik Terpopuler:

​​​​​​​Dari Pencatatan Perjanjian Kawin Sampai Beda Pro Bono dengan Bantuan Hukum

Terdapat juga ulasan mengenai sanksi bagi CV yang melanggar UMK hingga sanksi bagi parpol yang menarik dukungan pada calon kepala daerah.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
​​​​​​​Dari Pencatatan Perjanjian Kawin Sampai Beda Pro Bono dengan Bantuan Hukum
Hukumonline

Hukumonline.com melalui salah satu rubriknya Klinik memberikan kesempatan luas kepada masyarakat untuk bertanya dan memperoleh jawaban dari para praktisi hukum maupun ahli hukum. Dengan tagline-nya “Yang bikin melek hukum, emang Klinik Hukumonline”, Tim Klinik menyajikan informasi hukum ke dalam artikel yang mudah dicerna oleh masyarakat. Klinik juga merupakan rubrik yang digemari oleh pembaca Hukumonline.

 

Berdasarkan hasil rangkuman tim Klinik Hukumonline, berikut adalah 10 artikel terpopuler di media sosial yang terbit sepanjang sepekan terakhir, mulai dari soal pencatatan perjanjian kawin bagi pasangan perkawinan campuran, hingga soal perbedaan pro bono dengan bantuan hukum:

 

  1. Perbedaan Pro Bono dengan Bantuan Hukum (Legal Aid)

Pro bono atau bantuan hukum secara cuma-cuma itu value system para advokat yang harus menjaga kehormatan profesinya itu. Kewajiban itu melekat di dalam diri advokat. Advokat akan melaksanakan pro bono tanpa pamrih (tanpa honorarium). Pro bono mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

 

Sedangkan legal aid atau bantuan hukum merupakan derma atau kebijakan bidang kesejahteraan sosial dari pemerintah dan dibiayai oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan pada anggaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bantuan hukum dilakukan oleh lembaga bantuan hukum sebagai pemberi bantuan hukum. Legal Aid mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

 

Selengkapnya: Perbedaan Pro Bono dengan Bantuan Hukum (Legal Aid).

 

  1. Pencatatan Perjanjian Kawin Pasangan Perkawinan Campuran

Suatu perjanjian kawin dapat dikatakan sah apabila disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris. Perjanjian kawin dalam perkawinan campuran tidak selalu harus didaftarkan pada kedua negara. Perlu dicermati lagi mengenai harta yang dimuat dalam perjanjian kawin pasangan campuran tersebut, apakah harta yang dimuat dalam perjanjian kawin adalah harta yang berada di Indonesia dan di negara asal Warga Negara Asing tersebut.

 

Dengan berpedoman lagi pada hakikat hukum benda mengikuti subjek yang memilikinya, maka jika dalam perjanjian perkawinan, harta yang dimasukkan dalam perjanjian hanya harta yang ada di Indonesia saja, berarti perjanjian tersebut didaftarkan di Indonesia, tidak perlu didaftarkan di luar negeri. Lain halnya jika harta yang diperjanjikan dalam perjanjian kawin juga ada harta yang berada di luar negeri.

 

Selengkapnya : Pencatatan Perjanjian Kawin Pasangan Perkawinan Campuran.

 

  1. Pelaksanaan Cross-Border Insolvency dalam Eksekusi Harta Pailit di Luar Negeri

Belum ada peraturan perundang-undangan serta perjanjian internasional yang secara khusus mengatur cross-border insolvency (CBI) untuk melakukan eksekusi terhadap putusan kepalitan pengadilan Indonesia di luar negeri. Hal ini terkait dengan asas resiprokal (mengakui putusan asing, yang mengakui putusan Indonesia). Jika ingin melaksanakan asas ini, tentu antar negara harus membuat perjanjian internasional secara bilateral agar kedua negara dapat menjalankan putusan kepailitan, dalam hal melaksanakan eksekusi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait