Berlakukah Hukum Asing untuk Sengketa Kontrak Internasional di Indonesia?
Kolom

Berlakukah Hukum Asing untuk Sengketa Kontrak Internasional di Indonesia?

Pilihan Hukum bukan merupakan topik yang populer dalam hukum Indonesia, meskipun praktik hukum kontrak, terutama yang bersifat lintas batas negara, tidak selalu bisa dilepaskan dari topik ini.

Bacaan 2 Menit
Priskila P. Penasthika. Foto: Istimewa
Priskila P. Penasthika. Foto: Istimewa

Istilah ‘Pilihan Hukum’, ‘Hukum yang Berlaku’, ‘Governing Law’, atau ‘Applicable Law’ seharusnya merupakan makanan sehari-hari para praktisi hukum yang berjibaku dengan transaksi-transaksi komersial internasional. Klausul mengenai Pilihan Hukum, Hukum yang Berlaku, Governing Law, atau Applicable Law merupakan salah satu klausul yang hampir selalu dipersyaratkan untuk dicantumkan dalam kontrak-kontrak yang menjadi dasar hukum transaksi komersial internasional.

 

Ketidakpopuleran ini bisa jadi karena tulisan yang membahas mengenai Pilihan Hukum tidak banyak ditemukan dalam literatur hukum yang diuji di mimbar akademik di Indonesia. Hanya terdapat sedikit sarjana yang menulis mengenai topik ini. Di antaranya Mathilde Sumampouw, seorang Indonesia yang bermukim di Belanda dan mempunyai nama besar di TMC Asser Institute di Belanda, menulis Pilihan Hukum sebagai topik disertasinya yang dipertahankan di Universitas Indonesia di akhir dekade 60-an.

 

Selain itu, Sudargo Gautama merupakan nama yang mustahil untuk dilewatkan dalam pembahasan Pilihan Hukum karena ialah satu-satunya sarjana di Indonesia yang membahas topik ini secara intensif dan mendalam dalam karya-karya Hukum Perdata Internasionalnya yang monumental.

 

Bermula dari pemikiran HPI tradisional yang membedakan hukum yang berlaku untuk orang (statuta personalia), barang (statuta realia) dan perbuatan hukum (statuta mixta), sebagai salah satu wujud perbuatan hukum, maka perlu ditentukan pula hukum yang berlaku bagi kontrak. Pilihan Hukum berakar pada asas kebebasan berkontrak yang menentukan bahwa para pihak memiliki kebebasan untuk menyepakati kontrak di antara mereka. Kebebasan ini termasuk pula kebebasan untuk memilih hukum yang berlaku bagi kontrak mereka, tentunya dalam batasan-batasan tertentu.

 

Meskipun tidak menutup kemungkinan untuk ada pengecualian, Pilihan Hukum dalam kontrak internasional ini umumnya mengemuka ketika hubungan hukum kontrak terjadi antara pihak-pihak yang berasal dari yurisdiksi hukum yang berbeda-beda. Sebagai contoh: kontrak jual beli yang disepakati oleh warga negara Indonesia dan warga negara Jepang, kontrak distribusi yang disepakati oleh badan hukum Singapura dan badan hukum Belanda. Contoh yang lebih esktrim, kontrak kredit sindikasi yang disepakati oleh bank-bank yang berkedudukan di New York, Amsterdam, Frankfurt sebagai kreditur dan badan hukum Indonesia sebagai debitur. Pertanyaan yang muncul adalah Apa hukum yang berlaku untuk kontrak jual-beli, kontrak distribusi, dan kontrak kredit sindikasi tersebut?

 

Umumnya akan dipilih hukum dari salah satu pihak dalam kontrak. Penentuan hukum ini, dalam praktiknya, dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: pengetahuan para pihak terhadap hukum yang dipilih untuk berlaku untuk kontrak mereka, lokasi aset para pihak, dan posisi tawar dari masing-masing pihak dalam kontrak. Selain itu, kebiasaan dalam praktik juga memengaruhi pemilihan hukum yang berlaku dalam kontrak. Misalnya, hukum Inggris adalah hukum yang hampir selalu akan dipilih untuk berlaku dalam kontrak-kontrak asuransi dan pengangkutan laut.

 

Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan terkait dengan kebebasan para pihak memilih hukum yang berlaku untuk kontrak internasional yang mereka sepakati. Pertama, hukum yang dipilih tersebut tidak boleh melanggar ketertiban umum (public order/public policy) sebagaimana dikenal dalam Hukum Perdata Internasional. Kedua, hukum yang dipilih hanya berlaku untuk akibat-akibat dan pelaksanaan dari kontrak, bukan untuk syarat lahirnya atau terciptanya kontrak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait