Pemerintah Susun Kebijakan Perdagangan Karbon
Berita

Pemerintah Susun Kebijakan Perdagangan Karbon

Berdasarkan kajian Kemitraan, penurunan emisi gas rumah kaca belum mencapai target.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Hutan dapat berguna untuk mengurangi emisi. Foto ilustrasi hutan. Foto: MYS
Hutan dapat berguna untuk mengurangi emisi. Foto ilustrasi hutan. Foto: MYS

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah merumuskan rencana kebijakan pengembangan pasar karbon. Penyusuna kebijakan ini penting karena hingga kini, Indonesia belum memiliki mekanisme baku terkait perdagangan karbon. Padahal, praktik perdagangan karbon sudah berlangsung di Tanah Air.

Direktur Mobilisasi Perubahan Iklim KLHK, Wahyu Marjaka, menjelaskan Pemerintah masih menyusun kebijakan dimaksud dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Ada banyak aturan yang harus disinkronisasi dalam proses penyusunan kebijakan perdagangan karbon. Salah satunya pendanaan. “Bagaimana mendesain gap pendanaan yang besar untuk mendukung pencapaian target emisi karbon,” ujar Wahyu dalam diskusi yang diselenggarakan Kemitraan di Jakarta, Selasa (30/4).

Namun, hingga saat ini belum diputuskan jenis peraturan perundang-undangan apa yang akan dihasilkan. Artinya, pemerintah belum selesai memutuskan apakah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri KLHK, Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres). Ada banyak hal yang akan diatur dan banyak pemangku kepentingan yang akan dilibatkan. Untuk  itu masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan keputusan tersebut. “Pemerintah, CSO, dan juga publik punya kepentingan yang sama,” ujar Wahyu.

Wahyu menjelaskan KLHK telah berupaya menyiasati beberapa pendekatan untuk mengatasi ketimpangan aspek finansial. Salah satunya dengan membuat terobosan infrastruktur pembiayaan. Cuma, pendekatan apa yang dipilih sangat bergantung pada komitmen perubahan iklim dan karbon di internal pemerintah.

Kemitraan telah melakukan kajian atas harga pasar karbon. Menurut peneliti Kemitraan, Astri Arini Waluyo, hingga tahun 2017 telah terjadi penurunan tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) meskipun belum mencapai target mandiri Nationally Determined Contibution (NDC) sebesar 29% dari skenario Business as Usual 2030. Penurunan tingkat emisi GRK pada 2016  adalah sebuah kemajuan mengingat pada 2015 terjadi lonjakan emisi yang begitu besar meskipun telah dilakukan upaya mitigasi.

Arini menjelaskan lonjakan tingkat emisi bisa tetap saja terjadi meskipun sudah dilakukan upaya penurunan emisi. Lonjakan terjadi karena kejadian atau kegiatan yang menghasilkan emisi gas dalam jumlah besar seperti kebakaran lahan dan hutan, atau pengoperasian pembangkit tenaga listrik dengan tenaga batu bara.

Berkaitan dengan aspek finansial, Kemitraan memperkirakan kebutuhan pendanaan untuk mencapai target penurunan emisi rata-rata setiap tahunnya mencapai Rp266,25 triliun. Angka ini sangat besar jika dibandingkan dengan total pembiayaan APBN untuk kegiatan mitigasi perubahan iklim yang hanya sebesar Rp78,7 triliun pada tahun 2017. Meskipun angka ini menunjukkan terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya (Rp59,3 triliun), tetap saja tidak sebanding dengan angka yang ditemukan berdasarkan kalkulasi Kemitraan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait