Mayday 2019: Beragam Tuntutan Kesejahteraan Buruh
Utama

Mayday 2019: Beragam Tuntutan Kesejahteraan Buruh

Seperti, menghapus PP Pengupahan, menolak PHK massal, outsourcing, perampasan lahan, penyelesaian konflik agraria, dan penegakan hukum ketenagakerjaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ribuan buruh bergerak menuju Istana Merdeka saat menolak PP No. 78/2015 tentang Pengupahan di Jakarta. Foto: RES
Ribuan buruh bergerak menuju Istana Merdeka saat menolak PP No. 78/2015 tentang Pengupahan di Jakarta. Foto: RES

Beragam tuntutan isu kesejahteraan disuarakan buruh dalam peringatan Mayday 2019, kemarin. Serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) seperti KASBI, KPBI, KSN, GSBN dan KPA mengusung tolak PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, outsourcing, termasuk isu Pemilu 2019.  

 

Ketua Umum KASBI, Nining Elitos, mengatakan Mayday 2019 momentum penting bagi buruh untuk menyatukan kekuatan rakyat khususnya di tahun politik ini. Sebab, kalangan buruh dan rakyat Indonesia secara umum telah terpecah oleh sentimen ras dan fanatisme selama proses pemilu. Padahal, belum tentu pemenang pemilu akan membawa perubahan signifikan bagi rakyat. Menurutnya, kaum buruh harus menolak setimen ras dan mengecam tindakan pemaksaan kehendak berdasarkan isu agama.

 

Nining menegaskan kaum buruh Indonesia bagian dari masyarakat dunia. Karena itu, penting memberi dukungan dan solidaritas terhadap perjuangan rakyat di negara lain seperti Palestina, Venezuela dan Kuba. “Kaum buruh dan rakyat sedunia harus semakin mempererat solidaritas, memperkuat persatuannya, dan bersama-sama menyerukan hentikan perang yang mengorbankan rakyat,” kata Nining dalam konferensi pers belum lama ini di Jakarta. Baca Juga: Mayday 2019, Tiga Masukan Revisi PP Pengupahan

 

Ketua Umum KPBI Ilhamsyah menilai dalam kurun waktu lima tahun terakhir tidak ada kebijakan pemerintah yang membela buruh termasuk elit politik yang bertarung dalam pemilu. Justru, jelang lebaran gelombang PHK massal kerap terjadi karena pengusaha berupaya menghindari kewajiban membayar tunjangan hari raya keagamaan (THR). Bahkan, saat ini demonstrasi buruh menolak PHK massal sudah banyak terjadi di beberapa daerah seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Papua.

 

Selain PHK massal, Ilhamsyah menilai kesejahteraan buruh semakin menurun karena penggunaan hubungan kerja fleksibel seperti outsourcing. Sistem kerja kontrak berkepanjangan diperparah dengan sistem pemagangan. “PP Pengupahan telah menekan upah buruh. Karena itu, dalam Mayday 2019 kita semakin keras menyuarakan tuntutan terkait kesejahteraan buruh,” tegasnya.

 

Sekjend Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai persoalan buruh juga berkaitan dengan masalah yang dihadapi petani. Salah satu penyebab rendahnya posisi tawar buruh karena perampasan tanah di desa makin besar. Perampasan itu bukan hanya dilakukan oleh korporasi, tapi juga negara. Untuk menyambung hidup, petani yang dirampas tanahnya itu pergi ke kota untuk bersaing dengan angkatan kerja lainnya menjadi buruh.

 

Saat ini tingkat kesejahteraan petani di desa tidak bisa menjamin masa depannya, sehingga mendorong pemuda desa melakukan migrasi ke kota-kota besar. “Dalam Mayday kali ini kaum tani bersama buruh akan menyarankan agar perampasan tanah, konflik agraria, dan kriminalisasi terhadap petani segera dihentikan,” ujar Dewi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait