Menjaga Rasa Nyaman Konsumen dan Produsen di Bisnis Daring
Berita

Menjaga Rasa Nyaman Konsumen dan Produsen di Bisnis Daring

Kepuasan konsumen masih menjadi tantangan besar industri e-commerce.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
YLKI termasuk pihak yang mengkhawatirkan dampak kartel dalam bisnis terhadap konsumen. Foto: ilustrasi (Sgp)
YLKI termasuk pihak yang mengkhawatirkan dampak kartel dalam bisnis terhadap konsumen. Foto: ilustrasi (Sgp)

Kemajuan teknologi menjadi salah satu alasan utama tumbuh suburnya sektor perdagangan secara online (e-commerce) serta pembayaran elektronik. Dengan adanya perdagangan daring dan pembayaran elektronik, masyarakat sudah tidak perlu lagi mendatangi suatu tempat tertentu untuk membeli barang dan melakukan pembayaran. Warga kini dimanjakan karena mereka sudah bisa memesan barang melalui aplikasi ataupun laman tertentu.

Hubungan hokum berbasis daring tidak hanya ada dalam jual beli. Kini, sudah dikenal peminjaman secara online tanpa harus bertatap muka langsung antara pemimjam dan penyedia pinjaman. Cukup dengan mengunduh aplikasi tertentu, memasukkan data pribadi dan memenuhi beberapa syarat lain, dana pinjaman segera meluncur ke rekening atau ke kantong peminjam.

Teknologi telah memudahkan hubungan hokum dalam transaksi bisnis. Tetapi bukan berarti semua hubungan bisnis itu berjalan mulus. Merujuk pada kasus-kasus yang terjadi, masih banyak sejumlah kekurangan yang harus diatasi. Dari sisi konsumen dalam sektor e-commerce misalnya, dengan tidak bertemunya secara langsung antara penjual dan pembeli maka tidak seluruh barang pesanan sesuai dengan harapan baik kualitas maupun kuantitasnya.

Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengamini kondisi demikian. Dari laporan yang masuk ke YLKI, jual-beli secara online memang kerap bermasalah dari segi perbedaan kualitas dan kuantitas barang yang dikirim. “Untuk kasus e-commerce terbanyak adalah barang tidak terkirim, barang tidak sesusi dan kasus skimming atau penipuan,” terangnya saat dikonfirmasi hukumonline.

Di bidang fintech, keluhan konsumen yang cukup mendominasi adalah wanprestasi atau gagal bayar yang berdampak pada penagihan. Konsumen gagal bayar kerap mendapat tindakan penagihan yang tidak patut karena penagih melakukan tekanan secara psikologis kepada konsumen. Bahkan tidak jarang penagih melanggar perlindungan data pribadi.

Hukumonline.com

Sumber: YLKI

Sularsi meminta regulator bersikap tegas terhadap fintech ilegal, karena berpotensi semakin merugikan masyarakat.  Perlu kemauan dan ketegasan dalam penanganan fintech karena korban sudah banyak, sementara regulasi belum cukup mengatur. “Penyelesaian fintech ilegal harus dilakukan antarregulatorr seperti OJK, Kemenkominfo, Kepolisian dan instansi terkait lainnya yang berkaitan dengan penanaman modal asing,” tuturnya.

Kepercayaan

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan tantangan terbesar pelaku e-commerce untuk memuaskan pelanggan adalah banyaknya persaingan diantara industri itu sendiri. Sejauh ini setidaknya ada 320 pelaku usaha yang secara khusus dibagi menjadi sembilan kategori oleh Badan Pusat Statistik (BPS) diantaranya marketplace, transportasi, logistik, pembayaran, dan perusahaan investasi.

Tags:

Berita Terkait