Tarik Ulur Paradigma Baru Hukum Wakaf, Dari Ritual Menuju Komersial
Mengenang Prof. Uswatun Hasanah:

Tarik Ulur Paradigma Baru Hukum Wakaf, Dari Ritual Menuju Komersial

UU Wakaf telah menganut konsep wakaf produktif bagi kesejahteraan sosial. Potensi wakaf sangat besar.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Diskusi tentang wakaf untuk mengenang kiprah Prof. Uswatun Hasanah di kampus FH UI, Jum'at (03/5). Foto: EDWIN
Diskusi tentang wakaf untuk mengenang kiprah Prof. Uswatun Hasanah di kampus FH UI, Jum'at (03/5). Foto: EDWIN

Wakaf kerap kali dipahami sebatas perbuatan hukum dalam ritual ibadah milik umat Islam. Padahal, wakaf dapat menjadi instrumen keuangan bernilai komersial yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Potensi komersial ini bahkan sudah lama dituangkan dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf) dan digagas secara akademik antara lain Guru Besar Fakultas Hukum UI, Uswatun Hasanah.

“Filosofi wakaf itu sebenarnya pengelolaan aset produktif untuk kepentingan publik,” kata anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI), Iwan Agustiawan Fuad dalam diskusi publik  bertema ‘Peluang dan Tantangan Wakaf di Era 4.0’, Jumat (3/5). Acara ini diselenggarakan Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI) dalam rangka mengenang wafatnya Guru Besar Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof.Uswatun Hasanah pada 6 April April lalu.

Uswatun Hasanah memang dikenal sebagai ahli hukum Islam yang aktif mengembangkan konsep wakaf produktif dalam sistem hukum Indonesia. Prof.Us—begitu almarhumah biasa disapa—adalah salah seorang tokoh penting di balik lahirnya UU Wakaf beserta peraturan pelaksanaannya. Pidato pengukuhannya pun bertema wakaf produktif untuk kesejahteraan sosial.

Desain UU Wakaf telah menetapkan bahwa wakaf sebagai salah satu cara memajukan kesejahteraan umum dan dikelola secara produktif. Pengelolaan wakaf didorong seluas mungkin ke arah komersial namun dalam rangka memberikan manfaat sosial. Pasal 43 ayat (2) UU Wakaf dan Penjelasannya menyatakan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan, dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.

(Baca juga: Ingat, Modal Awal Bank Wakaf Mikro untuk Pembiayaan dan Investasi).

Cuma, hingga kini paradigma wakaf masih berkutat pada aspek ritual ibadah umat Islam semata. Setelah 14 tahun UU Wakaf berlaku, konsep wakaf produktif yang memiliki potensi besar komersial masih belum optimal diwujudkan. Kebanyakan praktik wakaf hanya melepaskan hak atas harta benda tertentu yang tidak dikembangkan lagi nilai komersialnya

Belum lama ini memang telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PP No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Tujuannya menyempurnakan kembali praktik wakaf. Sayangnya, pengelolaan aset wakaf masih cenderung hanya konsumtif.

Paradigma wakaf produktif mendorong agar harta wakaf dikelola menjadi bisnis untuk menghasilkan keuntungan maksimal. Porsi keuntungannya dapat digunakan antara lain untuk kepentingan filantropi sebagai akad awal pelaksanaan wakaf. Namun, bisnis pengelolaan harta wakaf tersebut akan menghasilkan banyak manfaat ekonomi. Mulai dari membuka lapangan pekerjaan baru hingga memberikan peluang pemasukan bagi para nazhir (pengelola harta wakaf).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait