Payung Hukum Semu Ojek Online
Kolom

Payung Hukum Semu Ojek Online

Kementerian Perhubungan tetap harus menyiapkan argumentasi yang kuat untuk mengantisipasi munculnya gugatan uji materiil terhadap Permenhub 12/2019 dan Kepmenhub 384/2019 oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Bacaan 2 Menit
Bagus Aditya. Foto: Istimewa
Bagus Aditya. Foto: Istimewa

Kementerian Perhubungan mulai bersikap tegas terhadap Gojek dan Grab yang telah menghadirkan ratusan pengemudi ojek online di Indonesia, namun di sisi lain kerap dituding tidak transparan dalam menentukan bagian keuntungan bagi para mitra pengemudi. Beberapa waktu yang lalu, Kementerian Perhubungan menerbitkan dua peraturan terkait ojek online.

 

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 12 Tahun 2019 (Permenhub 12/2019) mengatur mengenai persyaratan terkait keselamatan dan keamanan yang harus dipenuhi oleh pengemudi maupun perusahaan aplikasi. Termasuk dalam cakupan pengaturannya, antara lain, adalah kewajiban bagi pengemudi untuk memiliki Surat Izin mengemudi, tidak membawa penumpang melebihi dari satu orang, dan mengendarai kendaraan bermotor dengan Surat Tanda Kendaraan Bermotor yang masih berlaku.

 

Sedangkan bagi perusahaan aplikasi terdapat kewajiban untuk mencantumkan identitas pengemudi dan penumpang di dalam aplikasi, mencantumkan nomor telepon layanan pengaduan dalam aplikasi, serta melengkapi aplikasi dengan fitur tombol darurat (panic button).

 

Kementerian Perhubungan kemudian juga menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 348 Tahun 2019 (Kepmenhub 348/2019) yang mengatur mengenai pedoman perhitungan biaya jasa penggunaan sepeda motor yang dilakukan dengan aplikasi. Peraturan ini mengatur formula perhitungan biaya jasa.

 

Kepmenhub 348/2019 merinci biaya jasa batas bawah, batas atas, dan biaya jasa minimal. Pembatasan tersebut dilakukan melalui sistem zonasi. Contohnya, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi masuk dalam zona II. Pada zona II biaya jasa batas bawah ditetapkan sebesar Rp 2.000/km dan biaya jasa batas atas sebesar 2.500/km. Sedangkan biaya jasa minimal ada pada rentang Rp 8.000,00 sampai dengan Rp 10.000,00.

 

Sebelum menelaah lebih lanjut kedua peraturan tadi maka kita perlu melihat keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XVI/2018. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) berbicara mengenai angkutan jalan yang mengangkut orang dan/atau barang dengan mendapat bayaran, dengan demikian diperlukan suatu kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan bagi pelaku maupun pengguna angkutan tersebut.

 

Tujuan pengaturan UU LLAJ adalah agar warga negara menggunakan angkutan jalan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan. Mahkamah Konstitusi secara implisit berpendapat bahwa UU LLAJ dapat mengatur jenis kendaraan apa saja yang dianggap aman untuk dijadikan kendaraan bermotor umum. Selama sepeda motor tidak dikategorikan dalam UU LLAJ sebagai kendaraan yang aman untuk digunakan sebagai kendaraan umum maka sepeda motor hanya dapat berfungsi sebagai kendaraan perseorangan. Norma yang demikian tidak bertentangan dengan konstitusi karena justru memberikan kepastian hukum mengenai perlindungan kepada setiap warga negara.

Tags:

Berita Terkait