Penelitian Tordillas: Pasal Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik Paling Banyak Digunakan
Berita

Penelitian Tordillas: Pasal Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik Paling Banyak Digunakan

Era digital mengubah perilaku masyarakat, dan potensi terjadinya pidana makin besar.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Penyidik Dirtipid Cyber Mabes Polri, Purnomo, menyampaikan materi tentang tindak pidana cyber dalam diskusi di Jakarta (29/4). Foto: MYS
Penyidik Dirtipid Cyber Mabes Polri, Purnomo, menyampaikan materi tentang tindak pidana cyber dalam diskusi di Jakarta (29/4). Foto: MYS

Pasal penghindaan dan/atau pencemaran nama baik terbukti paling banyak digunakan aparat penegak hokum dari pasal-pasal pidana dalam UU  No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE). Riset yang dilakukan Institute for Digital Law and Society (Tordillas) terhadap 350 putusan pengadilan mulai tingkat pertama hingga tingkat kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung menunjukkan penggunaan pasal penghinaan/pencemaran nama baik sangat signifikan.

Peneliti Tordillas, Bunga Meisa Siagian, menjelaskan sekitar 200 dari 350 putusan itu sudah ditabulasi. Hasilnya mempelihatkan banyaknya warga masyarakat terjerat tuduhan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. “Sekitar 35 persen dari putusan itu adalah Pasal 27 ayat (3) UU ITE,” jelas Bunga dalam diskusi ‘Memperbincangkan Kejahatan Siber’ yang diselenggarakan Tordillas dan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Senin (29/4) lalu.

Pasal 27 ayat (3) UU ITE menegaskan ‘setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik’. Setelah UU ITE diubah ada tambahan penjelasan dalam UU No. 19 Tahun 2016. Dijelaskan bahwa ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUH Pidana.

Masuknya penjelasan demikian tak lepas dari putusan Mahkamah Konstitusi No. 50/PUU-IV/2008 yang menyatakan bahwa penafsiran norma Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dilepaskan dari genusnya, yakni norma hokum yang termuat dalam Pasal 310 dan 311 KUH Pidana.

(Baca juga: Putusan Pengadilan ‘Landmark’ Terkait Penggunaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE).

Pasal penghinaan ini sering dianggap pasal karet karena sangat gampang digunakan oleh seseorang untuk memperkarakan orang lain. Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Purnomo, penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Tertentu Cyber Mabes Polri membenarkan banyaknya laporan pencemaran nama baik. Pada tahun 2018, ada 4.487 kejahatan cyber, sebagian besar di antaranya pencemaran nama baik. Pencemaran nama atau penghinaan itu, kata Purnomo, paling banyak dilakukan lewat facebook.

Purnomo menjelaskan ada enam kategori tindak pidana dalam UU ITE. Pertama, tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal. Kedua, tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan intervensi seperti pencurian data. Ketiga, tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang. Keempat, tindak pidana yang berkaitan dengan pemalsuan informasi atau dokumen elektronik. Kelima, tindak pidana tambahan seperti diatur dalam Pasal 38. Keenam, perberatan terhadap ancaman pidana.

Hukumonline.com

Foto: Direktur Eksekutif Tordillas, Awaluddin Marwan, saat menyampaikan pengantar diskusi tentang kejahatan siber. (Foto: MYS)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait