Belum Ada Pengaturan Pendataan DPK Luar Negeri, Bawaslu Beri Masukan
Berita

Belum Ada Pengaturan Pendataan DPK Luar Negeri, Bawaslu Beri Masukan

Buntut dari perbedaan data surat suara dan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih pada hari pemungutan suara.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilihan umum. Ilustrator: BAS dkk
Ilustrasi pemilihan umum. Ilustrator: BAS dkk

Belum selesai proses rekapitulasi tingkat nasional diselenggarakan, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sudah mengidentifikasi sejumlah persoalan teknis penyelenggaraan Pemilu. Salah satu persoalan yang mengemuka adalah Daftar Pemilih Khusus (DPK) untuk Pemilu di luar negeri.

Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur proses pendataan DPK Luar Negeri lewat sistem administrasi yang seragam dan detail. “Ini menjadi masukan pembenahan regulasi di masa mendatang,” ujar Afifuddin dalam rapat rekapitulasi tingkat nasional di gedung KPU, Jakarta, Minggu (5/5).

Meski penyelenggaraan pemungutan suara di luar negeri telah rampung dan saat ini tahapan penyelenggaraan pemilu sudah sampai pada tahap rekapitulasi suara tingkat nasional, masukan Afif ini diharapkan menjadi bagian dari perbaikan penyelenggaraan pemilu kedepan lebih khusus terkait proses pendataan daftar pemilih khusus luar negeri. Pendataan DPK Luar Negeri punya perbedaan secara teknis dengan pendataan DPK di dalam negeri. Perbedaan ini karena pertimbangan situasional. Proses pendataan seringkali menyesuaikan dengan situasi masing-masing negara tempat pemungutan suara dilaksanakan.

Menurut Afif, begitu Mochammad Afifuddin lazim disapa, proses pendataan DPK Luar Negeri dapat saja dilakukan sebelum hari pemungutan suara. Tergantung kesepakatan antara Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), panitia pengawas pemlu Luar Negeri (Panwaslu LN), dan para saksi dari peserta Pemilu yang berada di luar negeri. Situasi ini jelas berbeda dengan kondisi dalam negeri yang hanya diberikan waktu satu jam sebelum tempat pemungutan suara ditutup.

"Di luar negeri situasinya berbeda. Sebab, kalau di luar negeri itu potensi DPK diberikan waktu satu jam seperti di Indonesia, maka berantakan pemilunya dan berantakan waktunya. Bahkan bisa sampai tengah malam pelaksanaannya," terang Afif.

(Baca juga: Menelusuri Kecurangan di Balik Surat Suara Tercoblos di Malaysia).

Hingga kini perbedaan mekanisme pendataan DPK luar negeri dengan pendataan pemilih khusus dalam negeri belumlah memiliki aturan baku secara tertulis. Untuk itu Afif menyarankan KPU untuk menyiapakn proses khusus terkait pendataan administrasi yang lebih detail. Untuk itu Afif menginginkan adanya mekanisme pengadministrasian yang seragam. "Saya setuju harus adanya urusan pengadministrasian yang seragam yang dilakukan dan harus diambil oleh teman-teman KPU untuk menjelaskan kepada peserta pemilu dan kita semua," tegasnya.

Persoalan daftar pemilih khusus ini mengemuka saat saksi dari salah satu pasngan calon presiden–wakil presiden mempertanyakan tidak sinkronnya data antara total daftar pemilih khusus dengan jumlah pemilih di Hongkong. Berdasarkan pemaparan Panitia Pemilihan Luar Negeri Hongkong, jumlah daftar pemilih khusus mencapai 808 orang. Namun kemudian yang menggunakan hak pilinya hanya 292 pemilih saja. Jumlah ini menjadi pertanyaan.

Tags:

Berita Terkait