Potensi Monopolisasi dan Penyalahgunaan Posisi Dominan Holding BUMN Penerbangan
Utama

Potensi Monopolisasi dan Penyalahgunaan Posisi Dominan Holding BUMN Penerbangan

KPPU tetap akan melakukan analisis terkait potensi pelanggaran serta membandingkannya dengan sisi kemanfaatan holding BUMN penerbangan.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Ilsutrator: BAS
Ilsutrator: BAS

Diyakini dapat memberikan nilai tambah serta untuk mendorong realisasi prediksi Indonesia sebagai pasar penerbangan terbesar ke-5 di dunia pada 2037 mendatang, pemerintah tampak berkomitmen kuat untuk membentuk holding BUMN penerbangan. Rencananya, holding tersebut akan terbentuk pada semester satu tahun ini.

 

Terdapat empat BUMN yaitu PT Garuda Indonesia  Tbk, PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, PT Pelita Air Service (anak usaha PT Pertamina) dan PT Survai Udara Penas (Penas). Tentu isu upaya monopolisasi hingga potensi penyalahgunaan posisi dominan dalam holding sepatutnya dikaji pemerintah secara komprehensif sebelum mengeksekusi rencana tersebut.

 

Komisioner KPPU, Guntur Saragih menyebut upaya itu sebagai bagian dari suatu kebijakan pemerintah. Yang harus dilihat selanjutnya, katanya, apakah pemerintah mempunyai dasar regulasi atau tidak dalam pelaksanaan holding tersebut. Di sisi lain, dia menyebut KPPU juga tetap akan melakukan analisis terkait potensi pelanggaran serta membandingkannya dengan sisi kemanfaatan holding BUMN penerbangan.

 

“Tapi yang pasti, kalau ada holding bumn penerbangan, di situ ada potensi pelanggaran, kenapa? Karena kita tahu di situ ada Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, ada Garuda dan ada lagi beberapa BUMN di situ,” katanya.

 

Menurut Guntur, posisi pengelola bandara (Angkasa Pura) jelas mempunyai posisi dominan. Hal itu bisa disimpulkan dengan melihat salah satu faktor strategis dalam penerbangan yang sangat mempengaruhi persaing adalah soal rute penerbangan. Apalagi, katanya, karena pesawat memakan ongkos yang jelas mahal maka tentu dibutuhkan kecepatan dan ketepatan waktu penerbangan.

 

“Perbedaan waktu pasti membuat ongkos yang menaik juga,” ujarnya.

 

Sementara, di Bandara ada Garuda sebagai maskapai yang tergabung dalam holding. Itu tentu akan memunculkan potensi penyalahgunaan posisi dominan. Dalam konteks persaingan, kata Guntur, potensi dominan itu ada, tapi dalam konteks penegakan hukum, sebelum bisa ditemukan alat bukti maka belum bisa dianggap bersalah. Guntur sendiri menyebut pihaknya mendorong agar holding BUMN penerbangan ini tidak dilakukan.

 

“Khawatirnya, kalau kondisinya ada maskapai yang tergabung dalam holding, maka maskapai baru bisa bisa akan enggan masuk ke pasar Indonesia,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait