Pembentukan Tim Asistensi Hukum Menuai Kritik
Berita

Pembentukan Tim Asistensi Hukum Menuai Kritik

Untuk menilai apakah suatu aktivitas masyarakat dapat dikategorikan melanggar hukum atau tidak. Namun, kalangan masyarakat sipil menolak pembentukan tim hukum ini.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Menkopolhukam Wiranto didampingi Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkumham Yasonna H Laoly, Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat memberi keterangan pers. Foto: RES
Menkopolhukam Wiranto didampingi Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkumham Yasonna H Laoly, Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat memberi keterangan pers. Foto: RES

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto, membantah akan membentuk tim nasional, tapi bakal membentuk tim asistensi di bidang hukum. Tim ini akan membantu Kementerian Koordinator (Kemenkopolhukam) dalam melakukan sinkronisasi, harmonisasi, dan pengendalian berbagai masalah hukum dan keamanan nasional.

 

Wiranto menyebut pihaknya sudah bertemu dengan profesor, dan doktor dari berbagai universitas di Indonesia. Menurut Wiranto para akademisi itu berempati terhadap tugas yang diemban pemerintah. Pakar hukum dari sejumlah kampus itu gerah melihat aktivitas yang seharusnya masuk kategori melanggar hukum dan ditindak. Karena jumlahnya banyak, tentu tidak mudah untuk memilah dalam waktu singkat mana tindakan yang masuk kategori melanggar hukum.

 

“Nah, kita perlu tim bantuan itu, bukan berarti (kelembagaan) secara formal dan organisasi kemudian kita abaikan, tidak. Pemerintah punya lembaga-lembaga hukum yang sudah formal dalam ketatanegaraan Indonesia, ada Kejaksaan, ada Kepolisian, apalagi ada MA dan sebagainya,” kata Wiranto sebagaimana rilis yang dilansir dari laman Kemenkopolhukam, Selasa (7/5/2019).

 

Menurut Wiranto pembentukan tim asistensi ini sebagai upaya pemerintah untuk mendapatkan masukan dari para ahli. Ketika ada kegiatan yang dinilai melanggar hukum, maka akan ditindak. “Kalau kita langsung tindak, tindak, tindak, nanti dituduh lagi kalau pemerintahan Jokowi diktator (otoriter), kembali (ke zaman) Orde Baru,” sambungnya.

 

Dia menekankan tim bantuan hukum ini tidak ditujukan untuk mengganti badan hukum lain. Intinya, tim ini membantu Kemenkopolhukam meneliti dan mendefinisikan kegiatan yang melanggar hukum. “Ini bukan badan hukum nasional mengganti lembaga hukum lain, tapi satu tim perbantuan para pakar hukum untuk membantu Kemenkopolhukam untuk meneliti, mencerna, mendefinisikan kegiatan-kegiatan yang sudah nyata-nyata melanggar hukum,” tegasnya.

 

Pembentukan tim itu mendapat kritik dari organisasi masyarakat sipil. Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju menilai pemerintah seharusnya tidak ikut campur dalam penegakan hukum pidana. Pembentukan tim hukum nasional menunjukan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola isu politik di media dan media sosial.

 

Anggara mengingatkan saat ini sudah ada lembaga yang berwenang menentukan apakah suatu tindakan itu tergolong pidana atau bukan. Lembaga itu yakni Kejaksaan dan Kepolisian. KUHAP sudah jelas mengatur bahwa penyelidik bekerja sama dengan penuntut umum, memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka mencari dan menemukan apakah suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana untuk dilakukan penyelidikan.

Tags:

Berita Terkait