Tips agar Klaim Asuransi Pengangkutan Tidak Sulit Dicairkan
Berita

Tips agar Klaim Asuransi Pengangkutan Tidak Sulit Dicairkan

Mulai dari iktikad baik hingga jeli dalam memilih polis yang dibeli.

Oleh:
Hamalatul Qurani
Bacaan 2 Menit
Foto: HMQ
Foto: HMQ

Bermula dari sebuah kedai kopi milik Edward Lyod, praktik asuransi pengangkutan ternyata sudah mulai diselenggarakan di Italia sekitar abad ke XII. Di kedai kopi itu, Lyod menerbitkan sebuah bulletin yang menyoroti berita musibah pelayaran serta situasi di berbagai pelabuhan di luar negeri. Dari situlah muncul pemikiran di kalangan para pedagang dan pelaut akan pentingnya mengasuransikan risiko yang mungkin timbul dari usaha pengangkutan. Kebiasaan asuransi tersebut ujungnya ditularkan para pedagang asal Italia di Inggris pada kisaran abad ke XII dan XIV.

 

Hingga kini, begitu padatnya aktivitas pengangkutan logistik antar pulau bahkan lintas negara jelas membuat dunia usaha tak dapat terlepas dari jenis asuransi pengangkutan laut tersebut. Bahkan, merujuk Pasal 41 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, perusahaan angkutan di perairan diwajibkan mengasuransikan tanggungjawabnya terkait kematian atau lukanya penumpang; musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut; keterlambatan pengangkutan hingga kerugian pihak ketiga. Sehingga tampak jelas, asuransi pengangkutan kini tak sebatas suatu kebutuhan melainkan merupakan keharusan yang bahkan diwajibkan Undang-undang.

 

Untuk itu, penting kiranya diperhatikan calon tertanggung terkait hal-hal apa sajakah yang tak dicover dalam asuransi pengangkutan laut? Pasalnya, perusahaan asuransi kerap menawarkan polis yang sengaja dibuat sulit dipahami atau bahkan disamarkan dengan memperkecil font tulisan terkait hal-hal yang dikecualikan dalam penanggungan asuransi. Akibatnya, tertanggung seringkali tergiur dengan nilai premi rendah yang ditawarkan namun ternyata ketika kerugian terjadi dana asuransi tak bisa dicairkan.

 

Hal itulah yang dibahas salah seorang pengacara bidang asuransi, Nugraha Budi dalam pelatihan yang diselenggarakan DPC Peradi Jakarta Pusat, Jumat (10/5). Menurutnya, prinsip-prinsip dasar asuransi menjadi pegangan dasar calon tertanggung agar klaim asuransinya bisa dicairkan, salah satunya prinsip insurable interest. Insurable interest berkaitan erat dengan adanya hubungan hukum antara pemilik dengan barang yang menjadi objek pertanggungan.

 

Berdasarkan Pasal 6 Marine Insurance Act 1906, tertanggung harus mempunyai insurable insurance pada pokok pertanggungan pada saat kerugian itu terjadi. Artinya, bila saat kerugian terjadi namun antara tertanggung dengan barang sudah tak memiliki hubungan hukum, maka klaim tidak bisa dicairkan.

 

Baca:

 

Selain itu, prinsip utmost goodfaith (iktikad terbaik) juga penting diperhatikan. Di situ, kata Budi, tertanggung harus mengungkapkan fakta-fakta material sejelas-jelasnya terkait objek yang diasuransikan. Bila ini tidak dilakukan, bisa saja alasan tidak adanya iktikad baik ini menjadi celah agar klaim asuransi nantinya tidak bisa dicairkan.

Tags:

Berita Terkait