Polemik Tim Asistensi, Hukum Administrasi Tidak Seharusnya Membatasi HAM
Berita

Polemik Tim Asistensi, Hukum Administrasi Tidak Seharusnya Membatasi HAM

Keputusan yang bersifat beschikking tidak seharusnya mengatur hal tersebut.

Oleh:
Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Polemik Tim Asistensi, Hukum Administrasi Tidak Seharusnya Membatasi HAM
Hukumonline

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Wiranto, merealisasikan pembentukan tim asistensi hukum yang akan bertugas untuk melakukan kajian terkait ucapan dan tindakan yang melanggar hukum pasca Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 untuk kemudian menentukan dapat tidaknya dilakukan upaya penegakan hukum. Sontak saja, Keputusan Menkopolhukam No. 38 Tahun 2019 yang terbit sejak Rabu (8/5) lalu itu menuai respons dari beragam kalangan, baik pro dan kontra.

 

Kali ini respon datang dari dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakt (ELSAM). Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyu Wagiman, melalui keterangan tertulisnya yang diterima hukumonline mengatakan, bahwa Surat Keputusan Menkopolhukan yang notabene merupakan instrumen hukum administrasi, seharusnya tidak mengatur tentang pembatasan hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat.

 

Pada dasaranya, kebebasan menyatakan pendapat merupakan salah satu bagian fundamental dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga diatur dalam konstitusi. Untuk itu, instrumen hukum administrasi semacam SK seharusnya tidak membatasi HAM. Menurut Wahyu, dalam konsepsi negara hukum, hanya institusi yang diberi kewenangan langsung oleh undang-undanglah berwenang untuk melakukan fungsi tim asistensi bentukan Kemenkopolhukam. “Hanya institusi yang diberi kewenangan langsung oleh undang-undang berwenang untuk itu,” ujar Wahyu, Sabtu (11/5).

 

Atas alasan tersebut, semua aktor penegak hukum dalam Integrated Criminal Justice System (hakim, kejaksaan, advokat, dan kepolisian) serta Bawaslu untuk urusan pelanggaran dan tindak pidana Pemilu, pasti memperoleh kewenangannya secara langsung dari undang-undang. Untuk itu seharusnya pihak-pihak inilah yang bertugas untuk melakukan fungsi tim asistensi yang dibentuk Kemenkopolhukam.

 

Dalil legitimasi yang diberikan oleh UU dibutuhkan oleh lembaga penegak hukum pemilu salah satunya karena proses penegakan hukum lekat dengan berbagai tindakan pembatasan HAM individu. Untuk itu harus diatur oleh undang-undang yang dibentuk dan disetujui oleh representasi rakyat dan diberikan jaminan due process of law.

 

“Keputusan yang bersifat beschikking tidak seharusnya mengatur hal tersebut, sehingga pembentukan Tim Asistensi Hukum oleh Menkopolhukam adalah suatu bentuk abuse of power yang tidak sejalan dengan konsep konstitusionalisme atau pembatasan kekuasaan dalam negara demokrasi,” ujar Wahyu.

 

Baca:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait