Bahasa Hukum: ‘Makar’ Alias Aanslag dalam Pasal 104 KUHP
Utama

Bahasa Hukum: ‘Makar’ Alias Aanslag dalam Pasal 104 KUHP

Unsur makar terpenuhi sekalipun seseorang menyimpan kembali senjata yang diacungkan ke arah Presiden sebelum orang lain mencegah pelaku.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Eggi Sudjana memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa atas tuduhan makar. Foto: RES
Eggi Sudjana memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa atas tuduhan makar. Foto: RES

Polisi menetapkan status tersangka makar kepada orang yang melakukan aksi dan mengeluarkan pernyataan dalam aksi demo. Sejauh ini, tuduhan makar itu antara lain dialamatkan kepada aktivis yang juga advokat Eggi Sudjana, dan pria berinisial HS yang dalam aksi demo di depan Bawaslu mengancam Joko Widodo.

Polisi kemungkinan menjerat Eggi dengan Pasal 107 dan/atau Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946. Sedangkan HS akan dijerat Pasal 104 KUHP dan Pasal 27 ayat (4) UU ITE. Pasal mana yang nanti digunakan, penetapan status tersangka makar ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Ancaman pidana dalam pasal makar sangat tinggi, bahkan hingga hukuman mati. Kasus ini mendorong perhatian lebih pada pasal-pasal makar dalam KUHP, terutama pasal 104 yang menyangkut Presiden atau Wakil Presiden.

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan makar itu? Dalam bahasa Indonesia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015: 862), makar diartikan sebagai (i) akal busuk, tipu muslihat; (ii) perbuatan dengan maksud hendak menyerang; atau (iii) perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintahan yang sah. Makna lain adalah kaku dan keras (tentang buah-buahan).

Lema ‘makar’ sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yang dimaknai sebagai ‘tipu daya’. Lema ini disebut, misalnya, dalam al-Qur’an surat al-Imran ayat 54. “Wamakaruu wamakarallah, wallahu khairul makiriin” (Mereka membuat tipu daya, Allah membalas tipu daya mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya). Dari sini jelas, istilah makar diartikan sebagai tipu daya.

(Lihat juga: Polisi Tunjukkan Barang Bukti Pelaku Pengancam Presiden Jokowi).

Lema ‘makar’ adalah terjemahan dalam beberapa buku KUH Pidana dari istilah aanslag (bahasa Belanda), sebagaimana termuat dalam beberapa pasal KUH Pidana seperti Pasal 104, pasal 106, pasal 107, pasal 139a, pasal 139b, dan pasal 140. Lantas, apakah makar yang dimaksudkan dalam beberapa pasal KUHP adalah tipu daya?

Kamus Belanda-Indonesia, karya Susi Moeimam dan Hein Steinhauer (2005: 11), mengartikan aanslag sebagai ‘ketikan’ (contohnya kalimat: 200 aanslagen per minuut  haal je op de schrifmachine; 200 ketikan per menit dapat dilakukan pada mesin itu), percobaan pembunuhan (contohnya kalimat: een aanslag op iemand; percobaan pembunuhan terhadap seseorang), (formulir) tagihan pajak, atau serangan (contohnya kalimat: de aanslag in Bali; serangan di Bali).

Pasal 104 KUHP menyatakan: ‘Makar yang dilakukan dengan niat hendak membunuh Presiden atau Wakil Presiden atau dengan maksud hendak  merampas kemerdekaannya atau hendak menjadikan mereka itu tiada cakap memerintah, dihukum mati atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun’. Rumusannya dalam Wetboek van Strafrecht adalah: ‘De aanslag ondernomen met het oogmerk om den Koning, de regeerende Koningin of den Regent van het leven of de vrijheid te rooven of tot regeeren ongeschikt te maken, wordt gestraft met de doodstraf of levenlange gevangenissstraft of tijdelijke van ten hoogste twintig jaren”.

Tags:

Berita Terkait