Alasan Porsi Pencegahan Harus Lebih Besar di RUU Narkotika
Berita

Alasan Porsi Pencegahan Harus Lebih Besar di RUU Narkotika

BNN perlu mensosialisasikan soal pemberantasan, penegakan hukum, dan pemutusan suplai yang ujungnya adalah pencegahan penyalahgunaan narkotika.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pengguna narkotika. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pengguna narkotika. Ilustrator: BAS

Tindak pidana peredaran dan penyalahgunaan narkotika meningkat setiap tahunnya. Meskipun upaya pemberantasan (represif) terus dijalankan oleh kepolisian dan Badan Narkotika Nasional  (BNN), aksi peredaran dan penyalahgunaan narkotika seolah tak pernah sepi. Karenanya, porsi upaya pencegahan diperbesar dalam Revisi Undang-Undang (RUU) No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjadi penting.

 

Pernyataan itu disampaikan Ketua Komite II DPD Abdul Aziz dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan BNN di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (15/5/2019) kemarin. “Salah satu poin yang diusulkan dalam RUU tersebut adalah memperbesar porsi pencegahan daripada upaya pemberantasan,” ujarnya.

 

Melihat data statistik BNN per Mei 2019, terdapat 14.353 kasus yang sedang ditangani. Sementara total tersangka kasus narkoba sebanyak 19.199 orang, 17.535 total pasien penyalahgunaan narkotika. “Tingginya jumlah tersangka dalam kasus narkoba dan dampak dari peredaran narkoba menjadikan alasan porsi pencegahan harus diperbesar dalam RUU Narkotika,” kata Abdul Aziz.

 

Aziz berpandangan cepatnya informasi dalam penanganan dan pencegahan kasus narkoba dibutuhkan UU yang lebih cepat dan tepat merespon kondisi kekinian. Negara, mesti tegas dalam penegakan hukum. Jadi, terlepas keras atau tidaknya sanksi terhadap tindak pidana peredaran dan penyalahgunaan narkotika, tetap mengedepankan upaya pencegahan yang maksimal.

 

“Kalau buat pecandu memang harus direhabilitasi karena bagaimanapun statusnya sebagai korban. Tapi yang paling bahaya ini tetap pengedar,” ujar senator asal DKI Jakarta itu. Baca Juga: Pentingnya Dekriminalisasi terhadap Pengguna Narkotika

 

Anggota Komite III Herry Erfian menilai sebaik apapun UU tanpa memberikan efek jera terkait rehabilitasi, maka tak dapat menekan angka kejahatan narkoba di Indonesia. Dia berharap tetap ada sanksi berat bagi para pengguna dan pecandu agar memiliki efek jera agar mereka tidak lagi coba-coba menggunakan narkoba maupun bahan-bahan adiktif lainnya.

 

Kolega Erfian, Abdul Jabbar Toba menambahkan tingkat kenakalan remaja mesti ditanggulangi dengan baik. Dibutuhkan saluran kegiatan positif bagi para remaja dalam menyalurkan bakatnya dalam beraktivitas agar terhindar dari tindakan yang melanggar hukum. Selain itu, peran orang tua dan para pemuka agama sangat penting dalam pengawasan dan membekali remaja dengan pendidikan agama.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait