Sidang Hingga Larut Malam, Jaksa Bongkar Suap ke Hakim PN Jaksel
Berita

Sidang Hingga Larut Malam, Jaksa Bongkar Suap ke Hakim PN Jaksel

Uang suap dibawa kemana-mana karena takut hilang. Tapi bundelan uangnya kok beda?

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Sidang perkara suap advokat kepada hakim PN Jakarta Selatan melalui panitera, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/5). Foto: AJI
Sidang perkara suap advokat kepada hakim PN Jakarta Selatan melalui panitera, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/5). Foto: AJI

Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi berusaha membongkar proses terjadinya suap dari seorang advokat kepada hakim dan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa Kiki Ahmad Yani dan kawan-kawan menghadirkan advokat, hakim, dan panitera ke dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk bersaksi. KPK telah menetapkan advokat, Arif Fitrawan, panitera M. Ramadhan, beserta dua hakim Irwan dan Iswahyu Widodo, sebagai tersangka kasus korupsi.

Dalam sidang yang berlangsung hingga larut malam, Kamis (16/5) kemarin, para tersangka ini saling bersaksi satu sama lain. Dalam kesaksiannya, Arif mengatakan mengenal panitera PN Jakarta Selatan, M. Ramadhan, melalui temannya bernama Resa. Ramadhan dikenalkan Resa sebagai orang yang dapat membantu memenangkan perkara dan melobi hakim. “Saya dikenalkan Resa, ini Pak Ramadhan, dia yang bantu-bantu ngurus perkara,” jelas Arif di depan majelis hakim.

Menjawab pertanyaan jaksa, Arif mengatakan ada arahan kliennya untuk ‘mengurus’ perkara karena asumsi bahwa pihak lawan sudah lebih dahulu mendekati hakim. Dari kepentingan inilah Arif bertemu Ramadhan, apalagi sang panitera bersedia membantu. Ramadhan berjanji mendekati dua anggota majelis, Irwan dan Iswahyu. Ketua majelis yang mengadili perkara perdata klien Arif, yakni Achmad Guntur, sedang umrah. "Dia (Ramadhan) sampaikan, kalau putusan akhir nilainya Rp500 juta. Setelah itu saya konfirmasi ke Martin dan tim lain. Saya bilang dapat informasi ada kenalan Om saya (Ramadhan diakui sebagai Om oleh Arif ke klien dan koleganya) untuk urus harganya Rp500 juta," terangnya.

Selain mempersiapkan 500 juta untuk putusan final, Arif menyampaikan kepada kliennya tentang kebutuhan putusan sela. Ramadhan meminta 200 juta rupiah. Arif menganggap putusan sela ini juga harus dijaga karena pernah menangani perkara yang mirip di PN Makassar dan majelis hakim menyatakan tidak dapat menerima gugatan. Panitera meminta 200 juta, Arif meminta 210 juta rupiah kepada kliennya. Selisih 10 juta dipersiapkan untuk biaya operasional pengacara di Jakarta.

Dari 200 juga yang disiapkan memenuhi permintaan panitera, Arif hanya menarik 175 juta dari bank, plus 5 juta dari kocek pribadinya. Di persidangan terungkap, hanya 150 juta uang yang sampai ke tangan hakim. Sisanya, 30 juta menjadi jatah Ramadhan, 20 juta untuk Arif. Dalam kesaksiannya, Ramadhan mengamini pernyataan Arif. Ia hanya berbeda pendapat mengenai siapa yang berinisiatif mengambil jatah fee kepada Irwan dan Iswahyu. "Rp150 juta itu muncul dari saya dan Arif sebab Arif tanya ke saya kita dapat apa ini," terangnya.

(Baca juga: Ketika Hakim PN Jakarta Selatan Diadili Hakim Tipikor Jakarta).

Libatkan isteri

Dalam persidangan juga terungkap, proses pemberian suap kepada hakim melibatkan Deasy, yang tak lain adalah isteri Ramadhan. Ironisnya, Deasy adalah seorang aparat penegak hukum yang sering bertugas di PN Jakarta Selatan. "Dalam kasus ini saya memang melibatkan banyak orang yang tidak tahu apa-apa, termasuk istri saya," terangnya.

Ramadhan mengakui pernah meminta istrinya untuk menyerahkan uang dalam amplop senilai Rp10 juta kepada panitera pengganti di PN Jaksel, Ngurah Arya Winaya. Ramadhan mengaku tidak menjelaskan kepada istrinya mengenai praktik suap hakim. Menurut Ramadhan, dia tidak memberi tahu isi amplop itu uang. "Saya masukkan ke tasnya waktu istri saya di kamar mandi. Pas di mobil istri saya tanya apaan ini? Saya bilang itu surat. Sudahlah, enggak perlu banyak tanya," Ramadhan bercerita dialognya dengan isteri mengenai amplop berisi uang.

Tags:

Berita Terkait