Sikapi Hasil Pemilu 2019, Peradi Imbau Advokat dan Masyarakat Tempuh Jalur Hukum
Berita

Sikapi Hasil Pemilu 2019, Peradi Imbau Advokat dan Masyarakat Tempuh Jalur Hukum

Indonesia adalah negara hukum, harus mematuhi berbagai proses hukum yang berlaku.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilihan umum. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilihan umum. Ilustrator: BAS

Penetapan hasil penghitungan suara pada pemilihan umum tahun 2019 telah diumumkan Selasa (21/5) dini hari. Pengumuman ini lebih awal dari rencana yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum yaitu Rabu, 22 Mei 2019. Menyikapi berbagai dinamika politik yang terjadi seputar hasil pemilu, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ‘Rumah Bersama Advokat’ membuat pernyataan sikap yang mengimbau kalangan advokat serta masyarakat untuk hanya menggunakan jalur hukum dalam.

 

Pernyataan sikap ini diakui Ketua Umum Peradi, Luhut M.P. Pangaribuan sebagai bentuk tanggung jawab profesi yang menjunjung tegaknya negara hukum. Sesuai mandat konstitusi yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum, Luhut meyakini kalangan advokat sebagai bagian dari penegak hukum harus ikut menyatakan dukungan tegas.

 

“Negara hukum Republik Indonesia adalah komitmen dan bagian dari sumpah advokat sebelum menjalankan tugas, dalam rangka itu kami mengeluarkan pendapat,” katanya kepada hukumonline.

 

(Baca juga: Pesan Mantan Ketua MK Terkait Penanganan Sengketa Pemilu)

 

Luhut mengaku khawatir dengan berbagai provokasi yang beredar di masyarakat belakangan ini untuk tidak mempercayai sistem hukum yang berlaku. Imbauan yang dikeluarkan Peradi berisi empat butir yang ditujukan masing-masing kepada para peserta pemilu, tim sukses, pendukung, serta kalangan advokat yang bergabung dalam tim hukum tiap pasangan calon Presiden.

 

Pertama, Peradi meminta semua pihak menahan diri sampai Komisi Pemilihan Umum menyelesaikan tugasnya sesuai mandat peraturan perundang-undangan. Kedua, secara khusus Peradi meminta tim sukses tiap pasangan calon Presiden agar tidak menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk melakukan aksi massa. Peradi menganggap bahwa aksi semacam itu mengarah pada delegitimasi proses hukum dan berpotensi mengganggu kepentingan publik.

 

Ketiga, Peradi meminta semua pihak tidak melakukan perbuatan melawan hukum yang mengganggu penyelenggara pemilu dalam menyelesaikan tugasnya. Misalnya seperti hasutan untuk tidak mempercayai penyelenggara pemilu. Keempat, Peradi mengimbau secara khusus kalangan advokat dalam tim hukum masing-masing peserta pemilu untuk memberikan nasehat hukum yang mengajak untuk menempuh proses hukum yang berlaku. “Tempuhlah mekanisme hukum, kalau mengatakan semua tidak bisa dipercaya, MK, Polisi, Bawaslu, KPU, lalu siapa yang bisa dipercaya?” ujar Luhut.

 

Masyarakat Sipil

Tidak hanya Peradi, 16 kelompok yang mewakili masyarakat sipil dalam Gerakan untuk Pemilu Damai dan Konstitusional juga mengajak pada sikap serupa. Gerakan ini menyoroti sikap saling klaim kemenangan antara dua pasangan calon Presiden upaya menggerakkan massa untuk memprotes hasil pemilu 2019.

Tags:

Berita Terkait