Ironis, Pengadaan Kapal Penangkap Maling Ikan Diduga Dikorupsi
Utama

Ironis, Pengadaan Kapal Penangkap Maling Ikan Diduga Dikorupsi

Total kerugian negara dari dua perkara ini sebesar Rp179,28 miliar. Perusahaan yang sama terseret dalam dugaan korupsi di dua lembaga negara.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Saut Situmorang (tengah) didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah (Kiri) dan Irjen Kemenkeu Sumiyati saat mengumumkan tersangka korupsi pengadaan kapal. Foto: RES
Saut Situmorang (tengah) didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah (Kiri) dan Irjen Kemenkeu Sumiyati saat mengumumkan tersangka korupsi pengadaan kapal. Foto: RES

Niat tak selalu sejalan dengan kenyataan. Mungkin kata-kata ini layak dialamatkan kepada Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kedua lembaga negara ini berusaha menganggarkan pengadaan Kapal Patroli Cepat dan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia. Namun di lapangan, biaya pengadaan kapal itu justru diduga telah dikorupsi.

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sangat menyesalkan kejadian ini. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan tujuan awalnya diadakannya kapal patroli cepat di Ditjen Bea dan Cukai adalah untuk mengamankan wilayah Indonesia. Salah satunya menjaga perbatasan dan mellndungl masyarakat lndonesia dan penyelundupan dan perdagangan ilegal. Apalagi di wilayah perairan Indonesia sering terjadi pencurian ikan. Pembangunan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan lndonesia (SKlPl) di KKP dilatarbelakang| maraknya illegal fishing, yang berdampak pada hilangnya devisa negara dan rusaknya terumbu karang.

 

Selasa (21/5), Saut mengutip pernyataan Ditjen Bea Cukai melalui laman beacukai.go.id ”Merupakan tanggung jawab besar mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan terdlri dari 17.504 pulau dengan luas perairan mencapai 81% dari luas wilayah Indonesia keseluruhan, dan menjadi tantangan tersendiri bagi DJBC di mana Presiden Joko Widodo, melalui program nawa cita menitikberatkan pembangunan dan pengawasan di sektor maritim yang menuntut pemerintah untuk mendukung peran para penjaga perbatasan."

 

KPK menemukan indikasi adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan Kapal Patroli Cepat di Bea Cukai dan SKIPI di KKP. Sesuai dengan Pasal 44 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data yang relevan hingga terpenuhinya bukti permulaan yang cukup, maka dua perkara ini ditingkatkan pada proses penyidikan.

 

(Baca juga: Hukumnya Menuduh Orang Melakukan Tindak Pidana Tanpa Bukti)

 

Pertama dugaan korupsi pada pengadaan 16 unit Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat/FCB) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2013-2015. Pada perkara ini KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. "IPR, HSU, dan AMG. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini adalah Rp117.736.941.127 (atau lebih dari Rp117 miliar)," jelas Saut. IPR diduga adalah Istadi Prahastanto selalu Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek pengadaan kapal ini; HSU diduga adalah Heru Sumarwanto selaku ketua panitia lelang; dan AMG diduga adalah Amir Gunawan, Direktur Utama PT Daya Radar Utama.

 

Konstruksi Perkara di Bea Cukai

Saut menjelaskan konstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan 16 Unit Kapal Cepat di Bea Cukai. Pada bulan November 2012, Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengajukan Permohonan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan untuk pengadaan 16 kapal Patroli Cepat/Fast Boat Patrol, yaitu FPB 28 meter, 38 meter dan 60 meter.

 

Setelah disetujui, Ditjen Bea Cukai mendapat alokasi anggaran untuk pengadaan Kapal Patroli Cepat untuk tahun Jamak 2013-2015 sebesar Rp1,12 triliun. Dalam proses lelang, IPR selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga memutuskan menggunakan metode pelelangan terbatas untuk Kapal Patroli Cepat 28 meter dan 60 meter, dan pelelangan umum untuk kapal patrol cepat 38 meter. "Pada proses pelelangan terbatas, IPR diduga telah menentukan perusahaan yang dipanggil. Saat pelelangan Pengadaan Jasa Konsultasi Pengawas untuk Kapal Patroli Cepat 38 meter, IPR diduga mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu," terang Saut.

Tags:

Berita Terkait