BPJS Kesehatan Fokus Benahi Digitalisasi Pelayanan dan Pembiayaan
Berita

BPJS Kesehatan Fokus Benahi Digitalisasi Pelayanan dan Pembiayaan

Penyebab defisit BPJS Kesehatan antara lain karena besaran iuran belum sesuai dengan perhitungan aktuaria dan ada kelompok peserta yang tidak disiplin membayar iuran. Jumlah iuran terkumpul selama 2018 sebanyak Rp81,97 triliun dan tunggakan iuran mencapai Rp2,1 triliun.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RES

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berjalan 5 tahun dengan jumlah peserta saat ini lebih dari 221 juta jiwa. Tak mudah menyelenggarakan program yang dimandatkan konstitusi dan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini Sebab, manfaat yang diberikan untuk peserta tergolong komprehensif, tapi besaran iurannya belum sesuai perhitungan aktuaria. Akibatnya, dana jaminan sosial (DJS) BPJS Kesehatan mengalami defisit.

 

Meski demikian, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan lembaga yang dipimpinnya ini terus berupaya meningkatkan mutu layanan. Sejak periode 2018, BPJS Kesehatan fokus membangun digitalisasi pelayanan dan pembiayaan. Selain meningkatkan mutu, langkah ini diharapkan dapat mendorong layanan lebih efektif dan efisien. Misalnya, BPJS Kesehatan terus menyempurnakan aplikasi mobile JKN. Melalui aplikasi ini peserta tidak perlu menyambangi kantor cabang BPJS Kesehatan untuk pindah fasilitas kesehatan (faskes) dan bayar iuran.

 

“Sebagian persoalan yang sering diadukan peserta ke kantor cabang BPJS Kesehatan bisa diselesaikan melalui mobile JKN, misalnya pindah faskes dan bayar iuran,” kata Fachmi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (24/5/2019). Baca Juga: Klaim Dibayar, BPJS Kesehatan Minta RS Taat Aturan

 

Selain itu, sejak tahun lalu BPJS Kesehatan telah menerapkan rujukan daring (online). Menurut Fachmi rujukan daring membuat pelayanan menjadi lebih efektif karena peserta dirujuk ke RS yang sesuai kebutuhan medisnya. Kebijakan ini membuat antrian peserta di RS tipe B dan A berkurang.

 

Guna mempercepat verifikasi klaim, Fachmi mengatakan sekarang prosesnya sudah dilakukan secara digital. Sebelumnya, proses klaim menggunakan kertas dan dilakukan secara manual sehingga potensi kesalahan cukup tinggi. Sejalan dengan itu, Fachmi mengatakan ke depan akan digunakan teknologi pemindai sidik jari untuk setiap pelayanan. Melalui cara ini peserta tidak perlu membawa kartu peserta. Penerapan teknologi ini sebagai upaya untuk menghindari penyalahgunaan kartu peserta.

 

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai digitalisasi adalah keniscayaan dan harus dimanfaatkan BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kinerjanya. Upaya digitalisasi yang dilakukan BPJS Kesehatan sudah berjalan walau belum maksimal. Paling penting saat ini adalah bagaimana peserta bisa mendapat bantuan secepatnya dari BPJS Kesehatan ketika mengalami masalah.

 

Persoalannya, tidak semua peserta memiliki gawai, nomor rekening, dan memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi yang ada. Karena itu Timboel menekankan bantuan langsung dari BPJS Kesehatan masih dibutuhkan bagi peserta. Timboel mengaku sudah berulang kali mendesak BPJS Kesehatan menggunakan teknologi untuk memperkuat unit pengaduan, sehingga dapat membantu peserta misalnya mencari kamar perawatan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait