Konservasi dan Penyediaan Energi: Pertaruhan Kepentingan di Abad 21
Kolom

Konservasi dan Penyediaan Energi: Pertaruhan Kepentingan di Abad 21

Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati sedunia-pun seharusnya dapat menjadi momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dengan perlindungan keanekaragaman hayati.

Konservasi dan Penyediaan Energi: Pertaruhan Kepentingan di Abad 21
Hukumonline

Isu transisi energi saat ini kerap ramai dibicarakan, khususnya di Indonesia. Adanya ketergantungan terhadap energi fosil yang sudah selama puluhan tahun, membuat Pemerintah Indonesia ditantang untuk beralih kepada energi terbarukan. Pemerintah Indonesia, melalui Kebijakan Energi Nasional-pun telah menetapkan target 23% bauran energi baru dan terbarukan pada tahun 2025.

 

Untuk mewujudkan target tersebut, Perusahaan Listrik Negara (PLN) melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)-pun telah menetapkan rencana pembangunan pembangkit listrik, termasuk yang berbasis energi terbarukan. Sayangnya, pengembangan energi terbarukan bukannya tanpa masalah.

 

Benturan kepentingan dengan perlindungan keanekaragaman hayati kerap ditemui. Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati sedunia-pun seharusnya dapat menjadi momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dengan perlindungan keanekaragaman hayati.

 

Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati atas Rencana Pembangunan

Pengembangan 23% energi terbarukan pada 2025 bukan lagi menjadi wacana. RUPTL PLN 2019-2028 telah menetapkan target pengembangan, termasuk indikasi lokasi dan commercial operation date pembangkit listrik tersebut.

 

Dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya, perencanaan ketenagalistrikan Indonesia bergantung pada panas bumi (PLTP) dan hidro skala besar (PLTA) untuk memenuhi target tersebut, dengan rencana pembangunan 4.607 MW PLTP dan 4.526 MW PLTA hingga 10 tahun mendatang. Tentunya hal ini dapat diprediksi mengingat PLTA dan PLTP merupakan sumber energi terbarukan yang tidak bersifat intermittent, sehingga dapat diandalkan sebagai sumber untuk baseload sistem ketenagalistrikan Indonesia.

 

Namun memang di samping sumber energi terbarukan yang lain, kedua sumber energi ini yang memiliki potensi menimbulkan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dalam pembangunannya. Terlebih, setelah UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi disahkan.

 

Undang-undang ini membuka peluang untuk pemanfaatan PLTP di wilayah Kawasan Hutan Konservasi yakni Kawasan yang memiliki ciri khas tertentu khususnya untuk pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Begitu pula dengan pembangunan PLTA. Kebutuhan untuk membangun dam dapat menyebabkan sedimentasi yang tinggi hingga perubahan ekosistem daerah aliran sungai akibat sistem membendung kemudian melepaskan air dalam jumlah besar ketika dibutuhkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait