BPJS Kesehatan Siap Benahi Temuan BPKP
Berita

BPJS Kesehatan Siap Benahi Temuan BPKP

Menkeu mendorong BPJS Kesehatan melakukan upaya sesuai kewenangannya mengurangi defisit yang berjalan sejak tahun 2018 sebesar Rp9,1triliun. Karena itu, semua kebijakan terkait JKN-KIS harus diperbaiki mulai dari target, tarif, manfaat, sistem, pencegahan fraud, dan kategori RS.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RZK
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RZK

Defisit masih membayangi program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Hasil audit BPKP terhadap Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan tahun 2018 menunjukan utang BPJS Kesehatan yang gagal bayar per 31 Desember 2018 mencapai Rp9,1 triliun. Kepala BPKP, Ardan Adiperdana mencatat ada sejumlah hal yang menyebabkan defisit DJS yang dikelola BPJS Kesehatan.

 

Ardan melihat ada 3 segmen peserta JKN-KIS yang pendapatan iurannya lebih kecil daripada klaim pelayanan kesehatan. Ketiga segmen itu Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Bukan Pekerja (BP), dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibayar APBD. “Iuran dari 3 segmen ini tidak bisa menutup biaya pelayanan kesehatan mereka,” kata Ardan dalam rapat dengar pendapat di DPR, Senin (27/5/2019). Baca Juga: BPJS Kesehatan Diminta Benahi Hasil Temuan BPKP

 

Hasil Audit BPKP Tahun 2018 untuk jumlah peserta, iuran, dan klaim layanan.

Segmen Peserta

Jumlah Peserta

Pendapatan Iuran

Klaim Pelayanan di RS

PBI APBN

92,107,598

Rp25,4 triliun

Rp14 triliun

PPU Pemerintah

17,236,340

Rp14,4 triliun

Rp11,4 triliun

PPU Badan Usaha

32,596,755

Rp24,5 triliun

Rp11,1 triliun

PBPU

31,100,248

Rp8,9 triliun

Rp22 triliun

BP

5,139,875

Rp1,7 triliun

Rp6,6 triliun

PBI APBD

29,873,383

Rp6,8 triliun

Rp6,8 triliun

Total

208,054,199

Rp81,9 triliun

Rp72,2 triliun

 

Dari 208 juta peserta JKN-KIS di tahun 2018 itu, Ardan menghitung sekitar 27,4 juta data kepesertaan bermasalah. Misalnya, 17,17 juta data bermasalah karena NIK tidak lengkap 16 digit dan 10 juta NIK ganda. Kemudian, 50.475 badan usaha belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, 52.810 karyawan belum didaftarkan oleh pemberi kerja sebagai peserta JKN-KIS, dan 2.348 badan usaha melaporkan upah karyawannya lebih rendah dari sebenarnya. Tingkat kolektabilitas iuran peserta PBPU 53,72 persen, lebih rendah dari target yang ditetapkan 60 persen.

 

BPKP merekomendasikan BPJS Kesehatan untuk mengefektifkan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi kepesertaan dan kolektibilitas iuran pada segmen peserta BU dan PBPU. Kemudian mempercepat proses pembersihan data kepesertaan yang bermasalah dan pemutakhiran data kepesertaan.

 

Ardan menyebut hasil audit ini menemukan ada Silpa dana kapitasi di tingkat pemerintah daerah (pemda) sebesar Rp2,5 triliun. Kemudian terjadi inefisiensi pembayaran klaim layanan di RS sebesar Rp819 milyar karena kontrak antara RS dan BPJS Kesehatan menggunakan tarif untuk kelas RS yang lebih tinggi. “Klaim layanan RS ini kami catat ada di 94 RS yang tersebar lebih dari 14 provinsi,” paparnya.

 

Siap melaksanakan

Menanggapi hasil audit BPKP itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, mengatakan siap melaksanakan rekomendasi BPKP, kecuali beberapa hal yang perlu dibahas bersama. Menurut Fachmi, bertambahnya jumlah peserta JKN-KIS ikut menambah beban pengeluaran. Sekalipun tingkat kolektabilitas seluruh segmen peserta sangat baik yakni 100 persen, tetap saja dengan iuran yang ada saat ini pasti akan defisit.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait