Dampak Negatif Minimnya Regulasi Pengendalian Tembakau
Berita

Dampak Negatif Minimnya Regulasi Pengendalian Tembakau

Pembahasan RUU Pertembakauan sejak 2012 pun mandeg.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
ilustrasi rokok. Foto: Sgp
ilustrasi rokok. Foto: Sgp

Peringatan Hati Tembakau Sedunia (HTTS) atau World No Tobacco Day, pada 31 Mei mesti dijadikan momentum memperbaiki regulasi pengendalian tembakau. Persoalan minimnya aturan atau regulasi pengendalian tembakau menjadikan konsumsi terhadap pertembakauan semakin tak terkendali. Akibatnya, dampak terhadap kesehatan masyarakat terus mengalami penurunan akibat mengkonsumsi tembakau.

 

Pandangan itu disampaikan Ketua Pengurus  Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi kepada Hukumonline, Jumat (31/5/2019) di Jakarta. “Saat ini Indonesia merupakan negara dengan regulasi atau aturan pengendalian tembakau terlemah di dunia,” sebutnya.

 

Menurutnya, berdasarkan data empirik di Indonesia, 9 dari 10 penderita kanker paru merupakan perokok berat. Ini menunjukan dampak buruk mengkonsumsi tembakau bagi kesehatan paru. Di tengah masyarakat, iklan dan promosi rokok terus bertebaran di banyak ruangan. Ironisnya, kata Tulus, di dekat sekolah pun terdapat selebaran iklan rokok.

 

Bahkan kebijakan cukai, pemerintah membatalkan kenaikan cukai selama dua tahun berturut-turut pada 2018 dan 2019. Baginya, pembatalan kebijakan tersebut menjadi “lonceng” kematian bagi upaya pengendalian pertembakauan di tanah air. “Memang pertembakauan lahan bisnis, tetapi memang perlu pembatasan agar tidak berlebihan peredaran tembakau untuk dikomsumsi dan berdampak kesehatan masyarakat.”

 

Tulus merujuk data Badan Pengelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menurutnya, penyakit katastropik menjadi faktor dominan menyedot sisi finansial BPJS Kesehatan. Ujungnya pada 2018, BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp9,1 trilun, sebagaimana temuan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).  

 

Penyakit katastropik adalah penyakit yang berbiaya tinggi. Bahkan jika penyakit ini disertai komplikasi dapat mengancam kejiwaan. Terdapat 9 penyakit yang menduduki puncak penyakit katastropik yakni jantung, stroke, kanker, ginjal, diabetes, hepatitis, thalasemia, hemofilia, dan leukimia.

 

“Ini adalah dominannya penyakit katastropik dan konsumsi rokok menjadi faktor pemicu paling tinggi untuk jenis penyakit katastropik,” bebernya. Baca Juga: Alasan DPR Pertahankan RUU Pertembakauan

Tags:

Berita Terkait