Ajukan Dissenting Opinion dalam Putusan Karen, Hakim Ini Gunakan Dalil Bussiness Judgment Rule
Utama

Ajukan Dissenting Opinion dalam Putusan Karen, Hakim Ini Gunakan Dalil Bussiness Judgment Rule

Pertimbangan dissenting akan jadi salah satu materi banding.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Karen Agustiawan menyatakan banding atas vonis Pengadilan Tipikor. Foto: RES
Karen Agustiawan menyatakan banding atas vonis Pengadilan Tipikor. Foto: RES

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menjatuhkan pidana 8 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah subsider 4 bulan kurungan kepada Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Mantan Direktur Utama Pertamina ini dianggap bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

 

Namun putusan majelis hakim diambil tidak dengan suara bulat. Anwar, hakim ad hoc yang menjadi anggota majelis, mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas perkara dugaan korupsi pada investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia ini. Anwar justru menganggap Karen tidak bersalah dan harus dibebaskan dari semua dakwaan, baik dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 huruf b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP maupun dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 huruf b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

"Berdasarkan uraian di atas, Terdakwa Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan subsider," kata Hakim Anwar, ketika membacakan pendapatnya pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/6).

 

(Baca juga: Pengadilan Tipikor Jakarta Nyatakan Mantan Dirut Pertamina Terbukti Korupsi)

 

Salah satu dalil yang dipakai hakim Anwar adalah business judgment rule (BJR). Apa yang dilakukan oleh Karen sebagai Direktur Hulu Pertamina dan Dirut Pertamina kala itu masuk kategori BJR. Keputusan mengakuisisi Blok Basker Manta Gummy di Australia adalah keputusan bisnis yang telah mendapat persetujuan direksi lain sehingga bersifat kolektif kolegial.

 

Sebelum bersama jajaran direksi Pertamina menyetujui akusisi, Karen terlebih dulu meminta persetujuan Dewan Komisaris melalui surat memorandum 2 April 2009. Namun pada saat itu salah satu dewan komisaris, Humayun Bosha, menghubungi komisaris lainnya Umar Said dengan mengatakan tidak membolehkan akusisi yang diajukan berdasarkan memorandum karena pengoperasian blok BMG tidak optimal, tidak akan menguntungkan, dan tidak menambah cadangan minyak.

 

Menurut hakim Anwar, perbedaan pendapat antara Direksi dan anggota Komisaris perseroan ini seharusnya tidak menjadi persoalan. Sebab di satu sisi Karen dan jajaran direksi Pertamina berkeinginan mengembangkan perusahaan tersebut yang salah satu caranya mengakuisisi Blok BMG di Australia demi menambah cadangan minyak Pertamina.

 

Mengambil keputusan berdasarkan kewenangan di tengah perbedaan pendapat bukanlah suatu perbuatan melawan hukum. "Terdakwa punya kewenangan untuk membuat keputusan yang tepat guna mengatasi persoalan. Jadi perbedaan pendapat tersebut tidak dapat dikatakan telah terjadi perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan karena pembuatan keputusan yang tepat guna adalah direksi bukan di komisaris," terang hakim Anwar.

Tags:

Berita Terkait