Tiga Hal Patut Dicermati Pemohon Sengketa Pilpres untuk Buktikan Dalil TSM
Berita

Tiga Hal Patut Dicermati Pemohon Sengketa Pilpres untuk Buktikan Dalil TSM

Semua tindakan yang dianggap dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif itu harus bisa dibuktikan telah mempengaruhi hasil pemilu, sehingga memenangkan calon tertentu.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Gedung MK Jakarta. Foto: RES
Gedung MK Jakarta. Foto: RES

Proses penyelesaian permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2019 baik sengketa pemilu presiden (pilpres) maupun pemilu legislatif tengah berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Peserta pemilu yang keberatan dengan hasil Pemilu 2019 yang ditetapkan KPU telah mengajukan permohonan PHPU kepada MK.

 

Salah satu peserta pemilu yang mengajukan permohonan PHPU presiden dan wakil presiden yakni pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Pada 24 Mei 2019 lalu, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi telah mengajukan permohonan dan kemudian melakukan perbaikan permohonan belum lama ini.

 

Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan pemohon PHPU dalam permohonannya kerap mendalilkan telah terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pemilu. Karenanya, dalam petitum para pemohon meminta majelis MK antara lain mendiskualifikasi kandidat lain, menggelar pemungutan suara ulang atau rekapitulasi hitung ulang.

 

“TSM ini harus dibuktikan pemohon. Jika pemohon menyebut ada kecurangan dalam pemilu yang sifatnya TSM, maka tidak bisa dinilai secara umum saja. Ada indikator TSM yang harus terpenuhi,” kata Veri dalam diskusi di Jakarta, Kamis (13/6/2019). Baca Juga: Tim Hukum Prabowo Dalilkan Lima Modus Kecurangan Pilpres

 

Veri menjelaskan sedikitnya ada 3 indikator yang patut dicermati pemohon untuk membuktikan terjadinya TSM. Pertama, terstruktur yakni pelanggaran yang melibatkan penyelenggara pemilu, aparatur pemerintah dan keamanan. Kedua, sistematis yaitu pelanggaran tersebut sudah didesain sejak awal. Ketiga, meluas artinya terjadi secara menyeluruh di banyak tempat. “Satu per satu (indikator) itu harus dibuktikan,” sarannya.

 

Selain landasan teoritis, Veri mengatakan penting bagi pemohon untuk melakukan proses pembuktian terjadinya pelanggaran bersifat TSM itu. Misalnya, ada tudingan aparatur pemerintah terlibat. Pemohon harus membuktikan apakah ada perintah yang diterbitkan dan isinya menginstruksikan aparat untuk memenangkan kandidat tertentu? Jika ada, apakah perintah itu dijalankan? Ketika perintah itu dijalankan apakah dilakukan secara masif? Semua tindakan itu harus mempengaruhi hasil pemilu.

 

“Jika tidak mempengaruhi hasil pemilu, maka tidak masuk (TSM),” kata dia.

 

Dari berbagai permohonan PHPU yang meminta MK melakukan diskualifikasi pasangan calon lain, Veri menghitung hanya 1 perkara yang dikabulkan yakni kasus pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kotawaringin Barat pada tahun 2010. Dalam Pilkada itu ada 2 kandidat, salah satunya mengajukan PHPU, MK mengabulkan permohonan itu, sehingga membatalkan kemenangan calon lainnya dan menetapkan pemohon sebagai kepala daerah terpilih.

Tags:

Berita Terkait