Tim Hukum Jokowi-Ma’ruf Sebut Semua Dalil ‘Gugatan’ Prabowo Asumtif
Sengketa Pilpres 2019:

Tim Hukum Jokowi-Ma’ruf Sebut Semua Dalil ‘Gugatan’ Prabowo Asumtif

Pihak Terkait meminta MK menolak seluruh dalil permohonan Pemohon.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf saat sidang pembacaan tanggapan atas permohonan sengketa hasil pilpres yang dilayangkan paslon 02 Prabowo-Sandi di ruang sidang MK, Selasa (18/6) Foto: RES
Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf saat sidang pembacaan tanggapan atas permohonan sengketa hasil pilpres yang dilayangkan paslon 02 Prabowo-Sandi di ruang sidang MK, Selasa (18/6) Foto: RES

Ketua Tim Kuasa Hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (Paslon) Nomor Urut 01 Jokowi dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menyebut semua dalil permohonan Prabowo-Sandi tentang dugaan pelanggaran sistematis, terstruktur dan masif (TSM) bersifat asumtif semata tanpa didukung bukti-bukti valid. Sebab, bangunan narasi tudingan beragam kecurangan diulang-ulang terus menerus tanpa menunjukkan dalil yang kuat.

 

"Dalil-dalil Pemohon merupakan asumsi tidak disertai bukti-bukti yang sah dan tidak dapat terukur secara pasti bagaimana dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres)," ujar Yusril saat memaparkan tanggapan/keterangan Pihak Terkait (p di ruang sidang MK, Selasa (18/6/2019). Baca Juga: Permintaan Perlindungan Saksi Bentuk ‘Politik Teror’ Kubu Prabowo-Sandi

 

Yusril menilai permohonan yang mendalilkan yang sifatnya kualitatif dengan mencantumkan peristiwa yang diklaim sebagai pelanggaran TSM tanpa menguraikan hubungan dengan data kuantitatif, hasil perolehan suara yang pada pokoknya terdiri dari sembilan poin. Yakni, ketidaknetralan aparatur polisi dan intelijen; diskriminasi perlakuan dan penyalangunaan penegakan hukum; penyalahgunaan birokrasi dan BUMN; penyalahgunaan anggaran belanja negara dan program pemerintah; penyalahgunaan anggaran BUMN: pembatasan kebebasan media; DPT tidak masuk akal; kekacauan situng KPU dalam kaitannya dengan DPT; Dokumen C-7 secara sengaja dihilangkan di berbagai daerah.

 

“Klaim kemenangan tanpa menunjukkan dasar dan angka valid dengan upaya mendelegitimasi kepercayaan publik pada penyelenggara pemilu dan lembaga peradilan hendaknya tidak dijadikan dasar untuk membangun kehidupan politik yang pesimistik dan penuh curiga,” kata Yusril.

 

Bagi Pihak Terkait, Pemohon semestinya tidak hanya mengkonstruksi berbagai bentuk dugaan kecurangan dan pelanggaran berdasarkan narasi yang bersifat kualitatif, tetapi wajib menguraikan dengan jelas dan gamblang baik locus maupun tempus-nya. “Apa, kapan, dimana, siapa, dan bagaimana dugaan kecurangan dan pelanggaran itu terjadi?”

 

Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf menilai Pemohon tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan suara pilpres sebagai objek perkara yang seharusnya jadi syarat formil. Hal ini terbukti dalam permohonannya sama sekali tidak mendalilkan adanya perselisihan hasil perolehan suara. Tetapi, Pemohon hanya mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat TSM.

 

Dalam petitum (tuntutan) Pemohon meminta pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Indonesia tanpa adanya satu uraian atau dalil yang relevan di bagian positanya. “Pemohon telah gagal secara formil memenuhi ketentuan Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 Peraturan MK No. 4 Tahun 2018 terkait hukum acara sengketa pemilu presiden. Terlebih, alat-alat bukti yang diajukan Pemohon tidak mempunyai nilai pembuktian,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait