Memahami Aspek Perpajakan Pertambangan Mineral dan Batubara
Pojok IKHAPI

Memahami Aspek Perpajakan Pertambangan Mineral dan Batubara

Pajak Pertambangan Mineral dan Batubara terdiri atas beberapa aspek. Salah satunya, tidak lepas dari sejarah perkembangan bentuk perjanjian antara pemerintah dan pengusaha batu bara.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Foto: Dokumen IKHAPI
Foto: Dokumen IKHAPI

Pemberlakuan pajak pada industri batu bara tidak lepas dari sejarah perkembangan bentuk perjanjian antara pemerintah dan para pengusaha batu bara. Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI), Joyada Siallagan. Mengacu pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan, mulanya bentuk perjanjian yang ada berupa kontrak karya atau dikenal dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). “Dengan demikian perlakuan pajak, baik pajak penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai, mengikuti ketentuan dalam Kontrak Karya atau Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B),” tutur dia.

 

Aspek Pajak Penghasilan, sesuai Pasal 33A ayat (4) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan Keempat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sendiri menyatakan—Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerja sama dimaksud.

 

Kontrak Karya Pertambangan Mineral adalah suatu perjanjian pengusahaan pertambangan bahan galian mineral antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan Swasta Asing atau Patungan Asing dengan Nasional (dalam rangka Penanaman Modal Asing) dengan berpedoman kepada Undang-undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

 

Kuasa Pertambangan adalah dasar untuk melakukan usaha pertambangan mulai dari survei/penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan. Kuasa pertambangan ini merupakan izin untuk melakukan pertambangan yang diberikan oleh lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan. Kuasa pertambangan kemudian dikenal dengan nama Izin Usaha Pertambangan (IUP).

 

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

 

Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. Sedangkan Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

 

Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara, Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dalam menjual produk pertambangan yang diproduksi wajib berpedoman pada Harga Patokan dalam menghitung Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yaitu Harga Patokan dihitung berdasarkan Harga Acuan yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM (PerDirjen Minerba Nomor 515.K/32/DJB/2011 tentang Formula untuk Penetapan Harga Patokan Batu Bara).

Tags:

Berita Terkait