P3I Persilakan Iklan Rokok di Internet Dibatasi, Bukan Dihapus
Berita

P3I Persilakan Iklan Rokok di Internet Dibatasi, Bukan Dihapus

Pemerintah disarankan menerapkan aturan yang sama layaknya pembatasan iklan rokok di televisi dan radio, sehingga perlu dilakukan revisi terhadap Kitab Etika Pariwara Indonesia yang belum direvisi sejak 2014.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ingin memblokir iklan rokok yang beredar di internet. Hal tersebut menyusul adanya surat dari Menkes Nila F Moeleok kepada Kementerian Kominikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menutup seluruh iklan rokok di internet, baik di situs web Waupun media sosial.

 

Nila F Moeloek memiliki dasar yang kuat atas permintaannya tersebut. Dalam suratnya, ia meyampaikan bahwa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan adanya peningkatan pravelensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun dari 7,2 persen (2013) mejadi 9,1 persen (2018). Menurut Nila, peningkatan tersebut disebabkan lantaran anak-anak belajar merokok melalui media daring atau internet.

 

Meski rencana ini mendapatkan banyak dukungan salah satunya dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), ada pihak yang keberatan atas permintaan penutupan iklan rokok tersebut, salah satunya adalah Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).

 

Ketua Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I, Susilo Dwihatmanto, menyampaikan bahwa selama ini iklan rokok sudah diatur di dalam Kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI). Media yang menjadi objek pengaturan dalam Kitab EPI tersebut memang belum memasukkan internet. Sejauh ini, iklan rokok yang ditampilkan baik di televisi maupun radio dilakukan pada pukul 21.30 WIB hingga 05.00 WIB.

 

“Dan Kitab EPI itu juga mengatur tidak boleh menampilkan produk rokok, asap rokok, atau packagingya, segala macam itu enggak boleh,” kata Susilo kepada Hukumonline, Jumat (21/6).

 

Dalam hal ini, Susilo menilai bahwa iklan rokok di internet tak perlu diblokir. Pemerintah bisa menerapkan aturan yang sama layaknya pembatasan iklan rokok di televisi dan radio. Sehingga perlunya dilakukan revisi terhadap Kitab EPI yang belum direvisi sejak 2014 silam.

 

“Karena latar belakangnya kitab EPI itu di buat tahun 2014, ketika itu internet belum terlalu booming, tahun ini kebetulan sudah lima tahun dan perlu kita review. Memang kita baru melakukan pertemuan untuk mempersiapkan revisi Kitab EPI termasuk iklan-iklan di media digital atau di internet yang akan kita akomodasi peraturannya. Kalau selama ini belum peraturanya belum mengarah ke arah sana, tinggal ditarik,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait