YLKI Nilai Intervensi Pemerintah Soal Harga Tiket Pesawat Anomali
Berita

YLKI Nilai Intervensi Pemerintah Soal Harga Tiket Pesawat Anomali

Pemerintah dianggap tidak konsisten dalam kebijakan formulasi tiket pesawat. Insentif yang diberikan juga dianggap belum efektif menurunkan harga tiket.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Harga tiket pesawat akhir-akhir ini terus menjadi sorotan pemerintah. Meski telah ada imbauan untuk menurunkan harga tiket, ternyata maskapai masih belum mematok tarif terendah sehingga masih sulit dijangkau masyarakat. Kondisi ini membuat pemerintah kembali mengimbau agar maskapai menurunkan harga tiket pesawat seperti yang dibahas dalam rapat koordinasi tingkat Kementerian Perekonomian.

 

Meski demikian, langkah pemerintah meminta maskapai menurunkan harga tiket tersebut dianggap sebuah anomali atau tidak sesuai dengan aturan main yang berlaku. Sebab, meski terbilang tinggi maskapai tetap menetapkan harga tiket pesawat sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

 

Kritik intervensi pemerintah ini disampaikan Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Menurutnya, dalam keputusan tersebut mengatur tentang batasan tarif yang dapat dijual maskapai kepada konsumen. Sehingga, apabila harga tiket tersebut masih dalam rentang batasan yang diatur dalam keputusan menteri perhubungan maka masih dianggap sesuai.

 

“Namun jika dicermati secara mendalam, intervensi pemerintah untuk menurunkan tiket pesawat adalah bentuk anomali, bahkan inkonsistensi, khususnya terhadap kebijakan formulasi tiket pesawat, yang berbasis TBA (Tarif Batas Atas). Sebab baik untuk maskapai full services dan atau LCC, belum ditemukan kasus adanya pelanggaran TBA. Jadi apa salahnya mereka menggunakan tarif tinggi yang nota bene mengacu pada TBA yang dibuat oleh pemerintah sendiri?” jelas Tulus saat dikonfirmasi hukumonline, Rabu (26/6)

 

Tulus menambahkan meski pemerintah beranggapan penurunan tiket pesawat juga memerhatikan keberlangsungan maskapai tetapi terlihat ingin menang sendiri. Hal ini dinilai pemerintah tidak ingin menanggung beban yang ditanggung maskapai.  Menurutnya, pemerintah seharusnya mengambil langkah penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tiket pesawat. Penghapusan pajak tersebut akan berdampak signifikan terhadap tarif tiket pesawat.

 

Sementara itu, langkah pemerintah dengan menurunkan beberapa kompenen tarif pesawat dianggap belum efektif sehingga maskapai masih mematok harga tinggi. “Oke, komponen tarif pesawat diturunkan, tetapi pemerintah tidak berkontribusi langsung untuk menurunkan besaran tiket pesawat. Dalam hal ini, seharusnya pemerintah menghapus PPN pada tiket pesawat. Dihapuskannya PPN tiket pesawat, otomatis akan menurunkan besaran tiket pesawat secara signifikan. Itu jika pemerintah ingin berempati pada masyarakat konsumen, dan juga maskapai,” jelasnya.

 

(Baca: Maskapai Asing Bukan Solusi Turunkan Harga Tiket Pesawat)

 

Tulus juga mengimbau agar pemerintah memeriksa tingginya tarif tiket pesawat ini akibat praktik kartel pada industri maskapai. Sebab, peta industri maskapai saat ini terjadi duopoli yang sebagian besar dipegang dua grup yaitu Garuda Indonesia dan Lion Air. Menurutnya, apabila kenaikan harga tiket sehubungan kartel maka pemerintah didesak segera menyelesaikan persoalan tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait