Tiga Indikasi Reformasi Polri Disebut Alami Kemunduran
Utama

Tiga Indikasi Reformasi Polri Disebut Alami Kemunduran

Polri rawan “terseret” gejolak politik elit karena ada persoalan yang sifatnya vertikal dan horizontal. Menurut Komisioner Kompolnas, Polri telah mereformasi diri secara struktural, instrumen, dan kultur. Namun, reformasi kultur masih membutuhkan waktu panjang karena mengubah mindset dan perilaku tidak mudah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Suasana pelantikan sejumlah perwira tinggi kepolisian di Mabes Polri, Jakarta. Foto: RES
Suasana pelantikan sejumlah perwira tinggi kepolisian di Mabes Polri, Jakarta. Foto: RES

Reformasi memberi dampak signifikan terhadap perubahan di institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sejak Polri dipisahkan dari TNI. Sayangnya, proses reformasi Polri yang selama ini berjalan dirasa belum sesuai harapan. Pandangan ini disampaikan Peneliti Lokataru Anis Fuadah.

 

Anis mencatat sedikitnya ada tiga indikasi yang menunjukan terjadinya kemunduran reformasi Polri. Pertama, Polri rawan “terseret” gejolak politik elit. Kedua, ada resistensi atas tuntutan akuntabilitas Polri. Ketiga, cenderung melakukan praktik “represi” di ruang publik.

 

Dia menilai dalam lima tahun terakhir rawan penangkapan terhadap terduga makar dan upaya pembatasan hak berekspresi masyarakat berkaitan erat dengan dinamika politik di kalangan elit dan masyarakat. Misalnya, sebelum dan sesudah demonstrasi 22 Mei 2019 aparat kepolisian mengancam kebebasan sipil dengan menangkap sejumlah orang dengan tuduhan menyebar hoax dan massa yang ingin ikut demonstrasi itu “dilarang” menuju Jakarta.

 

Sejumlah orang yang dituduh makar dan ditetapkan sebagai tersangka, menurut Anis merupakan pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Sandiaga. Lokataru mencatat sedikitnya 25 pendukung Prabowo-Sandiaga dijadikan tersangka/terdakwa oleh Polisi.

 

Selain itu, aparat kepolisian dianggap melakukan diskriminasi dalam proses hukum yakni mendahulukan kriminalisasi terhadap pihak yang mengkritisi kebijakan negara dan mengabaikan proses hukum terhadap anggota kepolisian yang melakukan kekerasan di lapangan.

 

“Hal ini menunjukan aparat kepolisian menggunakan kekuasaannya untuk melakukan tindakan diskriminatif terhadap pihak yang berseberangan dengan pemerintah dan menempatkan kepolisian sebagai ‘pemain politik’, bukan pengayom masyarakat,” kata Anis dalam acara diskusi di Jakarta, Senin (1/7/2019). Baca Juga: Baca Juga: Perpres Tunjangan Kinerja Polri Telah Terbit, Apa Isinya

 

Reformasi kepolisian yang berjalan 5 tahun terakhir, lanjut Anis, menunjukkan ada persoalan mendasar dalam hal akuntabilitas di lingkungan kepolisian sebagai bagian aparat penegak hukum. Setidaknya, ada tiga persoalan yang seharusnya menjadi perhatian yakni dalam penanganan kasus pelanggaran hukum; penetapan kebijakan yang berpotensi mengancam kebebasan sipil; dan keterlibatan dalam aksi kekerasan terhadap masyarakat.

Tags:

Berita Terkait