BPOM dan BKPM Bantah Permenkes Registrasi Obat Penyebab FDI Sektor Farmasi Lesu
Berita

BPOM dan BKPM Bantah Permenkes Registrasi Obat Penyebab FDI Sektor Farmasi Lesu

Penurunan angka obat palsu dan membahayakan menjadi bukti Permenkes itu tidak bermasalah justru malah membangun community awareness untuk menjamin mutu dan khasiat obat.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi asing langsung di Industri farmasi mengalami penurunan sekitar 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Awalnya, Permenkes 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat diklaim menjadi salah satu penyebab melesunya investasi asing pada sektor itu. Spesifiknya, ketentuan Pasal 10 Permenkes a quo mempersyaratkan registrasi obat impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi luar negeri.

 

Lebih lanjut, persetujuan tertulis itu harus mencakup pula alih teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam Negeri. Sementara berdasarkan data yang dikeluarkan INDEF yang mengacu pada data resmi BKPM mengungkapkan bahwa Indonesia masih mengimpor lebih dari 90% bahan baku yang dibutuhkan farmasi dengan 70% bahan baku berasal dari China.

 

Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif, Reni Indriani mengungkapkan, historical context lahirnya Permenkes a quo sebetulnya justru untuk melindungi masyarakat dari obat-obat terlarang dan berbahaya di samping untuk memperkuat daya saing industri farmasi nasional. Dengan adanya kewajiban alih teknologi itu, ketergantungan industri farmasi dalam negeri terhadap produk impor diharapkan semakin menurun.

 

Akan tetapi, Ia menggarisbawahi bukan berarti Permenkes a quo melarang masuknya investasi asing langsung untuk masuk ke industri farmasi. Buktinya, melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, pemerintah telah menginstruksikan kepada 12 lembaga negara untuk melakukan percepatan di bidang industri farmasi.

 

(Baca: BPOM Akan Perketat Aturan Perdagangan Obat dan Kosmetik Daring)

 

Di samping itu, pemerintah juga telah menyiapkan insentif pajak seperti tax allowance dan tax holiday untuk menarik investor masuk. Insentif diberikan untuk produk berteknologi tinggi dan produk yang memenuhi kriteria tertentu, BPOM dalam hal ini turut ambil bagian sebagai pengawas untuk jaminan mutu, keamanan serta khasiat produk keluaran industri farmasi. “Dengan adanya insentif regulatory ini, justru kita mendukung industri farmasi semakin berkembang,” tukasnya.

 

Kepala BPOM periode 2012-2013 yang terlibat dalam pembentukan Permenkes 1010/2008, Lucky S Slamet juga mengungkapkan regulasi itu dibentuk dengan penuh pertimbangan protection to public health, pengaruh yang mungkin muncul baik dari pre maupun post market juga dipikirkan. Outcome yang diharapkan adalah performa terkait jaminan khasiat dan mutu obat yang diproduksi industri semakin meningkat.

 

Secara filosofi, ada unsur human right yang ditetapkan WHO terkait keamanan obat-obatan, kemanan mutu juga dituntut harus sesuai dengan MDGs. Permenkes a quo disebutnya telah dilakukan benchmarking dengan regulasi internasional.

Tags:

Berita Terkait