Indonesia-Iran Resmi Sepakat Berantas Kejahatan Lintas Negara
Berita

Indonesia-Iran Resmi Sepakat Berantas Kejahatan Lintas Negara

Upaya mendukung penegakan hukum di Indonesia terutama berkaitan dengan kejahatan lintas négara yang saling menguntungkan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES

Rapat Paripurna DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana menjadi UU. Disetujui pula, RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dengan Republik Islam Iran tentang Ekstradisi. Pimpinan rapat paripurna Utut Adianto mengetuk palu tanda persetujuan seluruh fraksi partai dan anggota dewan terhadap kedua RUU tersebut menjadi UU.

 

“Apakah pengambilan keputusan tingkat dua terhadap kedua RUU tersebut dapat disahkan menjadi UU?” tanya Utut dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Kamis (4/7/2019). Lalu, seluruh anggota dewan yang hadir menyatakan persetujuannya. Baca Juga: DPR Prioritas Rampungkan 4 RUU Ini

 

Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik dalam laporan akhirnya mengakui pembahasan terhadap kedua RUU tersebut terbilang cepat. Hanya dalam hitungan hari, pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan Komisi III menyepakati materi muatan perjanjian bilateral antara pemerintah Indonesia dengan  Republik Iran. Tepatnya, pada 24 Juni 2019 lalu menyepakati kedua RUU tersebut diboyong dalam rapat paripurna untuk disahkan.

 

Kedua RUU tersebut memuat beberapa hal. Misalnya, dalam Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran mengenai ekstradisi ini diatur beberapa poin. Pertama, mengenai kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi. Kedua, tindak pidana yang dapat diekstradisikan. Ketiga, permintaan ekstradisi.

 

Keempat, alasan penolakan ekstradisi. Kelima, saluran komunikasi. Keenam, otoritas pusat. Ketujuh,  penyerahan orang yang diekstradisikan. Kedelapan, biaya. Kesembilan, menyoal kewajiban internasional. Kesepuluh, penyelesaian perbedaan. Kesebelas, amandemen perjanjian.  

 

Menurut Erma, marak terjadinya kejahatan lintas batas antar negara mendorong perlunya ada perjanjian antar negara terkait dengan timbal balik pengembalian pelaku ke negara asal. Menyadari pelaku kejahatan yang bisa lolos dari proses penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan pidana di negara tempat kejahatan dilakukan, mendorong kedua negara bersepakat melakukan kerja sama tentang ekstradisi.

 

“Kerja sama yang telah diteken kedua belah pihak pada 14 Desember 2016 lalu itu bakal menjadi payung hukum bagi kedua belah pihak dalam melakukan ekstradisi,” ujar Erma.

Tags:

Berita Terkait