Pemerintah Diminta Segera Terbitkan PP Kompensasi Korban Terorisme
Berita

Pemerintah Diminta Segera Terbitkan PP Kompensasi Korban Terorisme

Masih ada korban terorisme yang selama ini belum mendapat kompensasi dan bantuan medis.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Penanganan aksi terorisme di Jakarta. Foto: RES
Penanganan aksi terorisme di Jakarta. Foto: RES

Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan serius yang membahayakan dan ancaman terhadap nilai kemanusiaan dan perdamaian dunia. Ketentuan ini termaktub dalam UU No.5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. Penanganan terorisme secara khusus bukan hanya menindak pelaku, tapi juga melindungi dan memenuhi hak-hak korban.

 

Direktur Aliansi Indonesia Damai (Aida) Hasibullah Satrawi mengatakan korban terorisme tak hanya mengalami luka fisik, tapi juga psikologis. Hasibullah menjelaskan luka yang dialami korban tidak bisa sembuh dalam waktu singkat. Misalnya, ada korban bom Bali yang sampai saat ini masih membutuhkan perawatan medis yang biayanya mahal.

 

Sebagian korban yang mengalami luka berkepanjangan ini ada yang tidak bisa lagi menjalankan aktivitas seperti sebelumnya karena akibat bom itu membuat anggota tubuhnya tidak bisa berfungsi seperti sedia kala. Korban juga butuh waktu yang cukup untuk kembali bisa bersosialisasi dengan lingkungannya karena mengalami trauma.

 

Selain itu, keluarga korban menghadapi persoalan sosial dan ekonomi karena ada korban yang merupakan tulang punggung keluarga. Sayangnya, penderitaan yang dialami korban ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Hasibullah menilai ketentuan  kompensasi ini baru bisa berjalan pada tahun 2018, padahal UU Pemberantasan Terorisme sudah ada sejak 2003.

 

Belum lagi, kata Hasbullah, ada proses panjang yang harus dilalui korban untuk mendapat kompensasi dan restitusi melalui putusan pengadilan. Tentunya, aturan ini menyulitkan bagi korban terutama korban lama seperti korban bom Bali dan bom Kuningan karena proses persidangan tindak pidana terorisme kasus ini sudah lewat. Sehingga, permohonan untuk kompensasi dan restitusi itu tidak bisa dimasukkan dalam gugatan.

 

Hasibullah melihat ada peluang bagi korban lama untuk mendapat kompensasi ini melalui Peraturan Pemerintah (PP) yang dimandatkan UU No.5 Tahun 2018. Tapi rancangan PP sampai sekarang belum terbit, padahal sudah melalui proses pembahasan. Karena itu, Aida mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan PP tersebut.

 

"Kami mendorong PP ini segera diterbitkan karena ada jangka waktu untuk memberikan kompensasi ke korban yakni 3 tahun setelah UU No.5 Tahun 2018 disahkan. Jika batas waktu  3 tahun lewat, maka korban dan keluarganya akan terus mengalami ketidakadilan," kata Hasibullah dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (4/7/2019). Baca Juga: PPATK Soroti Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Sektor Fintech

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait