Cukai Plastik: Untuk Genjot Penerimaan Negara atau Kendalikan Pencemaran Lingkungan?
Berita

Cukai Plastik: Untuk Genjot Penerimaan Negara atau Kendalikan Pencemaran Lingkungan?

Pemerintah diminta tidak memanfaatkan cukai plastik sebagai peningkatan pemasukkan pendapatan negara. Pemerintah juga harus memfasilitasi pengolahan sampah plastik untuk didaur ulang menjadi produk lain yang lebih bermanfaat.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi sampah plastik. Ilustrator: HGW
Ilustrasi sampah plastik. Ilustrator: HGW

Usulan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menetapkan cukai plastik sebesar Rp30.000  per kilogram atau Rp200 per kantong di Gedung DPR pada Selasa (2/7/2019) terus bergulir jadi perdebatan. Kenaikan cukai dianggap salah satu solusi mengatasi penggunaan plastik berlebihan. Indonesia termasuk negara tertinggi pencemar lingkungan akibat sampah plastik bersama China.

Namun ada yang berpandangan bahwa pengenaan cukai plastik sebagai upaya Pemerintah meningkatkan penerimaan cukai di APBN. Risikonya, kenaikan cukai plastik akan berdampak signifikan terhadap pelaku usaha sehingga meningkatkan beban produksi yang berpengaruh terhadap penjualan.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai kenaikan cukai plastik harus mengutamakan pengendalian bukan sekadar meningkatkan pendapatan negara. Menurutnya, jika kebijakan cukai plastik berorientasi hanya mengejar pendapatan, penanggulangan sampah plastik dikhawatirkan tidak terjadi secara menyeluruh.

Tulis mengatakan Kemenkeu harus menjamin bahwa tujuan utama penerapan cukai plastik bukanlah instrumen untuk menggali pendapatan negara. “Jangan jadikan cukai plastik untuk menambal ketidakmampuan atau kegagalan pemerintah dalam menggali pendapatan di sektor pajak. Tetapi cukai plastik adalah untuk instrumen pengendalian produksi dan konsumsi plastik, itu tujuan utama. Sedangkan pendapatan cukai hanyalah efek samping, sebagai bentuk pajak dosa atau disinsentif pada produsen dan bahkan konsumen,” jelas Tulus, Sabtu (6/7/2019).

(Baca juga: Pemerintah Diminta Perketat Impor Sampah Plastik).

Dia juga menganggap penerapan cukai plastik ini hanya masa transisi. Pelaku usaha atau produsen harus membuat produk plastik mudah daur ulang agar lebih ramah lingkungan. Setelah produksi plastik tersebut terealisasikan maka cukai plastik ini harus dihentikan. Dana yang diperoleh dari cukai plastik tersebut sebagian atau 10 persen harus dikembalikan untuk upaya sosialisasi dan pencegahan. Misalnya secara edukasi dan pemberdayaan agar masyarakat mempunyai kesadaran untuk mengurangi konsumsi plastik.

“Konsumen punya tanggung jawab moral untuk mengedepankan pola konsumsi yang berkelanjutan, salah satunya mengurangi konsumsi plastik dan atau menggunakan plastik yang benar benar gampang diurai oleh air, tanah, dan lingkungan secara umum,” tambah Tulus.

Penanganan serius lintas kementerian dan lembaga menanggulangi masalah plastik dari hulu hingga hilir juga harus dilakukan. Tulus menjelaskan dari hulu seharusnya pemerintah mewajibkan adanya produk plastik SNI. Lalu, dari sisi hilir, pemerintah harus mengintegrasikan kebijakan pengendalian konsumsi plastik oleh konsumen, termasuk masalah plastik berbayar yang saat ini belum jelas arah dan regulasinya. Pemerintah juga harus memfasilitasi pengolahan sampah plastik untuk didaur ulang menjadi produk lain yang lebih bermanfaat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait