Evaluasi Penegakan Hukum Pidana Pemilu, Menyoal Efektivitas Gakkumdu
Berita

Evaluasi Penegakan Hukum Pidana Pemilu, Menyoal Efektivitas Gakkumdu

​​​​​​​Gakkumdu yang di dalamnya terdiri dari Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan kerap kali belum seragam dalam menentukan terpenuhi atau tidaknya unsur pidana.

Oleh:
Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak baru saja rampung. Namun evaluasi pelaksanaan termasuk penegakan hukum mesti terus mendapat perhatian. Tentu saja hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya perbaikan dan menghadirkan Pemilu yang lebih baik lagi ke depan. Kali ini evaluasi datang dari sisi penegakan hukum pidana pemilu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sendiri tidak kurang memuat 77 pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana.

 

Oleh karena itu sepanjang proses penyelenggaraan pemilu, baik pra, hari pelaksanaan pemungutan suara, maupun pascapemilu, mesti menjadi perhatian bagi semua kalangan. Sehingga kesibukan politik electoral yang ada juga berjalan bersamaan dengan proses penegakan hukum pemilu, terutama hukum pidana terkait pemilu.

 

Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Prof. Topo Santoso memiliki sejumlah catatan terkait penegakan hukum pidana pemilu. Pertama, terkait politik uang pada masa kampanye, masa tenang, maupun pada hari pemungutan suara. Menurut Topo, sepanjang informasi yang ia peroleh, hal tersebut marak terjadi di mana-mana. Namun problem yang kemudian ditemukan di lapangan adalah jumlah tersebut tidak sebanding dengan penanganan yang sampai ke tingkat pengadilan.

 

“Soal money politics pada masa kampanye, masa tenang, maupun pada hari pemungutan suara. Dan itu cukup banyak terjadi dan masalahnya sangat sedikit pelakunya bisa diajukan ke pengadilan dan dijatuhi pidana,” ujar Topo saat dihubungi Hukumonline.

 

Kemudian yang kedua, Topo memberi catatan terkait sejumlah putusan percobaan yang dijatuhkan kepada pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu. Berdasarkan informasi yang ia terima dari beberapa daerah, hal tersebut seolah menjadi tren. Putusan hakim yang memvonis bersalah para pelaku tindak pidana pemilu memuat perintah hukuman dengan masa percobaan.

 

Topo menilai, ada pertimbangan dari hakim yang memutus perkara tindak pidana pemilu yang hanya sekadar ingin memberi pelajaran kepada pelaku tanpa harus membuat para pelaku mendekam di dalam penjara. “Jadi tampaknya para hakim menilai itu sudah cukup. Tentu pertanyaannya adalah bagaimana itu dari segi detteren effect-nya?” ungkap Topo sambil bertanya.

 

Kemudian yang ketiga, Topo menilai terdapat sejumlah modus tindak pidana yang dalam implementasinya tidak dapat dijerat dengan konstruksi tindak pidana berdasarkan UU Pemilu. Ia mencontohkan subjek hukum yang dilarang dalam UU Pemilu untuk melakukan politik uang. UU Pemilu melarang 3 subyek, yaitu pelaksana kampanye, peserta pemilu, dan tim kampanye. Di luar hal tersebut, UU Pemilu tidak mengatur subyek lainnya.

Tags:

Berita Terkait